REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perselisihan dan perdebatan tidak harus selalu diakhiri dengan mood atau suasana hati yang buruk. Suasana hati yang buruk setelah perdebatan bisa dihindari dengan berpelukan.
Hal ini diketahui melalui sebuah penelitian yang melibatkan 404 orang dewasa. Setiap malam selama dua pekan, para partisipan diwawancarai mengenai aktivitas dan interaksi yang mereka lakukan sepanjang hari serta suasana hati positif maupun negatif yang mereka rasakan.
Data menunjukkan para partisipan umunya mendapatkan konflik dua hari setelah penelitian dilakukan. Data juga menunjukkan para partisipan rata-rata menerima pelukan hampir sembilan hari.
Dari seluruh peserta, sekitar 10 persen partisipan yang mengalami konflik dan juga menerima pelukan. Namun sekitar empat persen partisipan diketahui mengalami konflik namun tidak menerima pelukan. Perempuan diketahui terlibat lebih banyak konflik dan mendapat lebih banyak pelukan dibandingkan laki-laki.
Para partisipan mengungkapkan bahwa ketika mereka mengalami konflik atau perselisihan, mereka menyadari adanya penurunan emosi positif dan peningkatan perasaan negatif. Akan tetapi penurunan emosi positif dan peningkatan perasaan negatif ini diketahui lebih kecil pada orang-orang yang menerima pelukan di hari konflik itu terjadi.
"Kami tidak terkejut bahwa orang-orang yang menerima pelukan tampak lebih terlindungi dari mood yang buruk terkait konflik," ungkap Ketua Peneliti Michael Murphy dari Carnegie Mellon university, seperti dilansir di Channel News Asia.
Keterkaitan antara pelukan dan suasana hati ini diketahui tidak dipengaruhi oleh status pernikahan maupun dukungan yang didapatkan dalam suatu hubungan romantis. Pengaruh pelukan terhadap suasana hati juga berlaku untuk perempuan maupun laki-laki.
Seperti diketahui, interaksi sosial dan sentuhan telah lama dikaitkan dengan perubahan pada bagian otak yang memiliki dampak positif terhadap kesehatan mental maupun fisik. Ada beragam kemungkinan mekanisme yang dapat menyebabkan manfaat pelukan dalam menurunkan emosi negatif setelah sebuah konflik atau perdebatan terjadi.
"Termasuk //pathway// perseptual, psikologis maupun neurobiologis," jelas Direktur Center for Injury Epidemiology and Prevention dari Columbia University Dr Guohua Li.