Rabu 31 Oct 2018 03:37 WIB

Arkeolog Telusuri Asal Muasal Cokelat, Ini Temuannya

Cokelat diduga sudah digunakan di selatan Amerika 5.450 tahun lalu.

Rep: Rr Laeny Sulistyawati/ Red: Dwi Murdaningsih
Kakao memiliki banyak manfaat untuk tubuh.
Foto: Reuters
Kakao memiliki banyak manfaat untuk tubuh.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Cokelat bukanlah nama yang baru untuk sebagian orang. Sajiannya yang lezat, entah untuk tambahan rasa es krim, minuman, hingga makanan membuatnya jadi hidangan lezat banyak ditelusuri dari masyarakat kuno Amerika Tengah 4.000 tahun lalu.

Namun, penelitian baru menunjukkan cerita asal cokelat sebenarnya jauh lebih lama dibandingkan yang beredar sekarang. Menurut studi internasional baru yang dipimpin oleh peneliti Universitas British Columbia di Kanada, residu kimia kuno melapisi artefak keramik yang diketemukan di Dataran Tinggi Ekuador membentuk bukti kuat Theobroma cacao (T.Cacao) atau pohon kakao atau cokelat digunakan di selatan Amerika 5.450 tahun lalu.

"Temuan kami merupakan penggunaan awal T.Cacao di Amerika yang merupakan arkeologi pertama contoh penggunaannya di Amerika Selatan dan mendukung studi genomik yang menunjukkan wilayah ini sebagai pusat domestikasi T Cacao dari Ekuador," ujar penulis menulisnya di makalah mereka seperti dikutip dari laman Science Alert, Rabu (31/10).

Penelitian dimulai dalam penelitian mencari bukti butir padi di tempat kuno Santa Ana -La Florida (SALF) di Ekuador, sebuah pelestarian arkeologi budaya kuno Mayo Chinchipe. Arkeolog antropologis Sonia Zarrillo telah menemukan bukti adanya jagung, kacang, singkong, dan cabai dalam keramik yang diambil dari tempat itu hingga ketika rekan peneliti dan antropolog Michael Blake memintanya untuk memeriksa jejak T.cacao.

"Kami tahu penemuan Sonia terkait pati Theobrama dalam tembikar SALF itu penting," kata Blake.

Sebab, dia menambahkan, tidak ada bukti arkeologis penggunaan kakao di Amerika Selatan yang pernah dilaporkan sebelumnya meskipun ahli botani telah mengetahui bahwa Amazonia memiliki jumlah terbesar spesies Theobroma dan varietas T.cacao.

Jika penemuan itu benar, Blake menambahkan, cokelat bermula dari Amazon, kemudian entah apakah diperdagangkan atau diangkut ke utara Kolombia, Panama, sebelum akhirnya mencapai Amerika Tengah dan Meksiko.

Untuk menguji hipotesis mereka, tim mulai secara komprehensif  menguji perkakas keramik dan artefak batu yang telah ditemukan dari tempat SALF, tidak hanya menemukan bukti biji pati T.kakao tetapi residu biomolekul yang ditemukan di pabrik (termasuk theobromine, theophylline, dan kafein) bersama dengan bukti DNA T.kakao.

"Bukti kami menunjukkan bahwa penduduk Mayo-Chinchipe pasti menggunakan biji (karena ini mengandung butiran pati dan sangat mungkin pulpa manis juga mengelilingi benih," kata Blake.

Karena bukti yang pihaknya miliki dari perkakas tembikar, termasuk cerobong yang rumit, ia dapat menyimpulkan bahwa orang-orang menyiapkan minuman.

"Karena perkakas tembikar ini ditemukan di lokasi upacara di SALF, termasuk sebagai persembahan di kuburan, kemungkinan besar kakao jadi komponen penting minuman yang signifikan secara ritual," ujarnya.

Namun, konsumsi cokelat diantara masyarakat Mayo-Chinchipe kuno bisa juga tidak dipesan semata-mata untuk tujuan ritual. Fragmen tembikar yang tidak rumit juga menunjukkan jejak T.Cacao, menunjukkan asupan cokelat juga bisa menjadi aktivitas umum sehari-hari. Mengenai bagaimana T.Cacao bergerak ke utara setelah periode Ekuador, peneliti tidak yakin. Ada kemungkinan tanaman secara perlahan didistribusikan melalui Kolombia dan Panama yaitu orang-orang menanamnya di kebun. Atau bisa juga pedagang membawa tanaman hidup menempuh jarak jauh, termasuk melalui laut dalam perjalanan Pasifik atau Pantai Atlantik.

"Kami tidak memiliki bukti skenario ini. Tetapi kami tahu bahwa terjadi dengan pelaut Mikronesia dan Polinesia yang mengisu Kepulauan Pasifik jauh sebelum kedatangan penjelajah Eropa," ujarnya.

Dengan mendorong asal cokelat kembali 1.500 tahun lalu atau lebih lama maka mungkin, pihaknya telah menemukan titik awal yang sebenarnya bahwa makanan lezat ini telah menjadi andalan dan penting budaya manusia selama ribuan tahun. Tetapi bisa saja itu juga salah.

Mungkin saja penelitian arkeologi di masa depan dapat mengungkap skenario yang lebih awal karena tanaman itu sangat menarik manusia. Menurut Blake, setiap situs dengan tembikar dan batu gerinda dapat diduga untuk menghasilkan beberapa residu, karena tembikar adalah media yang baik untuk melestarikan mereka.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement