REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tantangan pendidikan di masa depan makin kompleks. Situasi tersebut perlu direspons secara cepat dan tepat. Era pendidikan 4.0 yang mencirikan adanya perpaduan antara keterampilan teknologi dan keterampilan manusia, seperti kreativitas, berpikir kritis, pemecahan masalah, komunikasi, kolaborasi, serta empati perlu didayagunakan secara optimal.
Atas dasar pemikiran perlunya upaya sistematis, terencana, dan berkelanjutan agar siap menghadapi era pendidikan 4.0, Pustekkom Kemdikbud menggelar Seminar Nasional TIK 2018. Acara dihelat pada 11 Oktober 2018 di Jakarta Pusat. Seminar bertema ‘Menyiapkan Generasi Emas dengan Pendidikan 4.0 yang Berkualitas’ dihadiri ratusan peserta yang terdiri dari para duta Rumah Belajar dari seluruh provinsi di Indonesia, para akademisi, para pegiat pendidikan, dan kalangan umum.
Selain itu, dihadiri juga Dr Unifah Rosyidi (Ketua Umum PGRI) sebagai keynote speaker Seminar Nasional TIK 2018 dan pembicara seminar untuk berbagi gagasan serta pengalaman terbaiknya, seperti Roby Muhamad, PhD, Ir R Ridwan Hasan Saputra, MSi, Dr Cepi Riyana MPd.
Salah satu pembicara seminar, Ridwan Hasan Saputra (RHS) menjelaskan bahwa dalam menghadapi era pendidikan 4.0, peran HOTS (Higher Order Thinking Skills) atau kemampuan berpikir tingkat tinggi sangat penting bagi siswa. Sebab, dengan kemampuan itu siswa dapat berpikir kreatif, kritis, dan dapat menyelesaikan masalah sehingga di era pendidikan 4.0 kemampuan belajar mandiri atau heutagogy learning akan sukses jika ditunjang dengan kemampuan HOTS yang dimilki peserta didik.
Lebih lanjutnya, Peraih Anugerah Peduli Pendidikan tahun 2014 dari Kemdikbud ini menegaskan, HOTS saja tidak cukup dalam menghadapi era pendidikan 4.0. Sebab, pelajar harus punya kemampuan menangkal hal-hal yang bersifat negatif. Seperti penyebaran hoaks dan konten negatif lainnya. Oleh karena itu, perlu adanya pembelajaran cara berpikir suprarasional, yakni cara berpikir yang menggunakan hati untuk menangkal berbagai hal negatif.
“Manfaat dari cara berpikir suprarasional sendiri tidak hanya untuk menangkal hal negatif. Tetapi juga untuk memecahkan berbagai masalah saat kemampuan berpikir tingkat tinggi atau HOTS sudah tidak dapat digunakan lagi,” tandasnya.
“Orang yang beruntung adalah orang yang mempunyai kemampuan berpikir tingkat tinggi atau HOTS dan memiliki cara berpikir suprarasional. Di samping memiliki pola pikir yang baik, orang beruntung juga mempunyai fisik yang sehat dan kuat. Dengan kata lain, orang yang beruntung adalah orang yang dapat memadukan hati, akal, dan fisiknya dapat bersinergi yang digunakan untuk kepentingan orang banyak (dalam hal kebaikan),” tutup RHS.
Dolfanweik Hukom, salah satu peserta seminar mengaku sangat tersentuh hatinya menyimak paparan dari Ridwan HS. “Bagi saya, penjelasan Pak Ridwan sangat menyentuh hati. Apa yang disampaikan Pak Ridwan bukan sekadar materi, namun nasihat hidup. Ilmu Pak Ridwan akan saya lakukan, terutama ilmu bekerja ikhlas untuk kepentingan anak-anak Papua. Gunakan hati saat mengabdi,” ujar duta Rumah Belajar dari Manokwari (Papua Barat).