Jumat 12 Oct 2018 11:41 WIB

Peneliti Cina Biakkan Tikus tanpa Jantan

Jalan masih panjang untuk teknologi reproduksi bantuan pada manusia.

Rep: Noer Qomariah Kusumawardhani/ Red: Ani Nursalikah
Tikus. Ilustrasi
Foto: wired.co.uk
Tikus. Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, CINA-- Para peneliti dari Cina berhasil melahirkan tikus sehat dari tikus betina tanpa membutuhkan tikus jantan untuk membuahi telur. Ahli biologi dari Chinese Academy of Sciences menggunakan teknik pengeditan khusus pada sel induk embrio (HCO) yang berasal dari haploid pria dan wanita.

Ini adalah sel-sel kosong yang hanya berisi setengah kromosom seks, tidak seperti jaringan yang terkait dengan produksi sel seks. Reproduksi tanpa kebutuhan akan sperma (parthenogenesis) bukanlah hal yang baru bagi hewan.

Banyak serangga dapat mengeluarkan klon dari ibu mereka. Begitu juga sejumlah ikan, bahkan ada kadal dan amfibi yang lahir tanpa ayah.

“Kami tertarik pada pertanyaan mengapa mamalia hanya bisa menjalani reproduksi seksual,” kata penulis co-senior studi Qi Zhou, seperti yang dikutip dari Science Alert, Jumat (12/10).

Tim peneliti membudidayakan ESCs haploid dari tikus betina untuk memiliki tingkat minimal pencantuman genomik. “Kami menemukan dalam penelitian ini bahwa ESCs haploid lebih mirip dengan sel germinal primordial-prekursor telur dan sperma,” kata Baoyang Hu, juga seorang penulis senior pada penelitian ini.

Mereka kemudian menghapus tiga wilayah tercetak spesifik pada kromosom sel induk. ‘Sperma betina’ ini kemudian ditanamkan ke sel donor yang sehat untuk membuahi mereka.

Dari 201 embrio yang dihasilkan dengan cara ini, hanya 29 tikus hidup yang lahir. Sebanyak 29 tikus ini hidup hingga dewasa dan memiliki anak mereka sendiri dengan cara reproduksi seksual.

Dalam proses ini, tujuh tikus memiliki editan ESCs haploid yang diambil dari tikus jantan. Ini kemudian disuntikkan ke dalam sel telur yang telah dihapus kromosom maternalnya dan dikombinasikan dengan DNA dari sel sperma yang tidak diedit.

Embrio tersebut kemudian ditanamkan ke ibu pengganti. Sebanyak 12 anak tikus lahir, tetapi tidak ada yang berhasil melewati 48 jam pertama.

Jika ada harapan menerapkan semua ini pada teknologi reproduksi bantuan untuk manusia, peneliti masih harus menempuh jalan panjang. Tidak hanya secara praktis, tetapi juga secara etika.

“Penelitan itu masih harus terbukti aman terlebih dulu jika dapat direproduksi dan bekerja pada manusia. Percobaan itu, bagaimanapun, penting, karena dapat menyebabkan cacat serius pada anak-anak,” kata Ketua Dewan Stem Cells Australia, Bon Williamson.

Advertisement
Berita Terkait
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement