Ahad 30 Sep 2018 17:24 WIB

Geolog LIPI: Mitigasi Kebencanaan di Indonesia Belum Optimal

Potensi terjadi gempa besar akibat pergerakan sesar Palu Koro sudah diprediksi.

Rep: Gumanti Awaliyah/ Red: Andi Nur Aminah
Ahli Geologi dan Gempa LIPI Danny Hilman Natawidjaja (kanan)
Foto: Republika/Muhammad Nursyamsyi
Ahli Geologi dan Gempa LIPI Danny Hilman Natawidjaja (kanan)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ahli Geologi dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Danny Hilman menyatakan, mitigasi kebencanaan di Indonesia masih belum optimal. Selain minimnya alat dan SDM, sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat juga belum dilakukan secara menyeluruh. Sehingga ketika bencana datang, banyak masyarakat panik dan tidak tahu harus berbuat apa agar selamat.

Danny menyampaikan, gempa yang mengguncang Palu dan Donggala disebabkan karena adanya pergerakan dari patahan atau sesar Palu Koro. Dia mengatakan, pergerakan dari sesar tersebut telah diketahui sejak 2010-an.

Baca Juga

"Pada 2010, 2012 kita pernah ke sana (Palu). Terus terakhir bulan Juli tahun ini juga kami ke sana untuk menyampaikan soal patahan tersebut. Tapi ya seperti biasanya, tidak gampang menyampaikan informasi kepada masyarakat sehingga bisa sampai mengerti. Harus lebih sering, lebih intensif dan lebih banyak," kata Danny saat dihubungi Republika.co.id, Ahad (30/9).

Danny mengatakan, ketika menyosialisasikan potensi gempa tersebut yang hadir memang sangat terbatas, hanya dari kalangan pemerintah daerah, beberapa utusan universitas setempat dan BPBD. Dia berharap, pihak-pihak tersebutlah yang nantinya menyebarluaskan dan menyosialisasikan kembali kepada masyarakat.

photo
Sejumlah anggota Basarnas melakukan Evakuasi korban gempa dan tsunami, di Pantai Talise, Palu, Sulawesi Tengah, Ahad (30/9).

"Lalu misalnya BNPB juga ada program yang cukup banyak, bahkan ada peta tsunami yang cukup lengkap, tapi masalahnya apakah sosialisasi itu sudah cukup optimal diberikan ke masyarakat atau belum?" kata dia.

Danny mengatakan, potensi terjadi gempa besar akibat gempa itu memang sudah diprediksi sejak lama. Hal itu berdasar pada kecepatan gerak sesar Palu Koro yang signifikan mencapai empat centimeter per tahun. Berbanding jauh dengan sesar Sumatra yang hanya 1,5 centimeter per tahun di Sumatra. "Apalagi kalau di Lombok lebih kecil lagi. Sulawesi sangat ketat, sangat aktif dan banyak sesarnya, bukan Palu Koro saja. Ada Sesar Poso, ada yang di laut, di Utara juga ada," terang Danny.

Karenanya, lanjut dia, saat ini pun jika memerhatikan gempa susulan, ada yang menyebar ke wilayah Selatan dan Timur. Sehingga potensi terjadi gempa di sekitar sesar tersebut masih ada, meskipun belum dapat diperkirakan kapan dan berapa besaran magnetonya. "Potensi ada, tapi mudah-mudahan tidak besar ya," jelas dia.

photo
Korban gempa selamat mengungsi di halaman Bandara Mutiara Sis Aljufri Palu, Sulawesi Tengah, Sabtu (29/9).

Diketahui, Gempa berkekuatan 7,7 skala richter (SR) mengguncang Kabupaten Donggala, Sulawesi Tengah, dan sekitarnya pada pukul 17.02 WIB, Jumat (28/9). Badan Metereologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) mengatakan, gempa bumi disebabkan aktivitas sesar Palu Koro.

"Dengan memperhatikan lokasi episenter dan kedalaman hiposenter, gempa bumi yang terjadi merupakan jenis gempa bumi dangkal akibat aktifitas sesar Palu Koro," ujar Deputi Bidang Geofisika BMKG, Muhamad Sadly dalam keterangan pers, Jumat (28/9).

Ia mengatakan, berdasarkan hasil analisis mekanisme sumber menunjukkan gempa ini dibangkitkan oleh deformasi dengan mekanisme pergerakan dari struktur sesar mendatar (Slike-Slip). Gempa bumi tektonik telah terjadi di Kabupaten Donggala, Sulawesi Tengah pada Jumat (28/9). Gempa berkekuatan 7,7 SR terjadi pukul 17.02.44 WIB tepat di lokasi 0.18 LS dan 119.85BT. Jarak 26 km dari Utara Donggala Sulawesi Tengah, dengan kedalaman 10 km.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement