REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- YouTube, sebagaimana saluran media sosial lainnya, punya dua sisi yang berkebalikan. Di satu sisi ia mampu menjadi sumber informasi sekaligus hiburan yang menyenangkan. Namun di sisi lain, video-video dengan informasi yang menyesatkan juga berserakan di YouTube.
Platform berbagi video milik Google ini juga disebut menjadi media penyebaran informasi medis yang salah. Dengan alasan strategi pemasaran, studi menemukan YouTube menjadi media kampanye agar masyarakat tertarik melakukan operasi plastik. Sayangnya, iklan-iklan tersebut kerap berlindung di balik payung medis.
Para peneliti dari Rutgers University mengevaluasi 240 video YouTube mengenai operasi plastik yang paling banyak ditonton. Ratusan video itu jika dijumlahkan telah meraup 160 juta penonton dari seluruh dunia. Video-video tersebut diasesmen untuk mengukur sebaik apa informasi medis yang disajikan.
Orang-orang yang mengunggah video juga ikut diteliti dan dievaluasi untuk mengecek latar belakangnya. Baik profesional di bidang medis, pasien, atau pihak ketiga.
"Video-video operasi plastik bisa jadi sepenuhnya adalah strategi iklan dan tak sepenuhnya ditujukan sebagai video edukasi," kata Boris Paskhover dikutip dari Independent. Boris adalah asisten profesor di Rutgers New Jersey Medical School sekaligus ketua tim peneliti.
"Bahkan video yang diunggah oleh ahli bedah bersertifikat bisa menjadi alat pemasaran sehingga terlihat seperti video edukasi," imbuhnya.
Hasil studi mengungkap mayoritas video tidak menyertakan profesional berkualifikasi. Sebanyak 40 persen video tidak memuat konten dari profesional berkualifikasi dalam prosedur yang digambarkan. Hanya 30 persen dari video-video itu yang menggandeng dokter bersertifikat dan menyajikan informasi medis yang berguna bagi pasien.
YouTube telah mencatatkan hampir dua miliar pengguna setiap bulan dan menjadikannya mesin pencari terbesar kedua setelah Google. Akan tetapi, ketika diminta tanggapan tentang hasil studi ini pihak YouTube tidak memberikan komentarnya.
"Pasien dan dokter yang menggunakan YouTube untuk tujuan pendidikan sebaiknya menyadari bahwa video tersebut bisa memberikan informasi yang bias. Informasi bisa tidak seimbang ketika dievaluasi antara risiko dengan manfaat, serta masih belum jelasnya kualifikasi para praktisi," terang Boris.
"YouTube dipakai untuk beriklan. Mayoritas orang yang memposting video sedang mencoba menjual sesuatu kepada anda," katanya.