REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Cuaca yang semakin panas membuat jutaan orang menyalakan AC. Ketergantungan pada teknologi pendinginan ini ternyata bisa menyebabkan ratusan kematian pada tahun 2050.
Itulah kesimpulan para peneliti yang mempelajari dampak dari udara yang mengandalkan batubara, gas, dan minyak sebagai bahan bakar. Penelitian yang dipublikasikan di PLOS Medicine ini menyimpulkan semakin banyak daya yang digunakan untuk mendinginkan udara berarti semakin banyak partikel yang mencemari langit.
"Pendingin udara menyelamatkan kehidupan dari gelombang panas, tetapi jika listrik untuk menyalakan AC membutuhkan pembangkit berbahan bakar batu bara, maka kita memiliki masalah," ujar Jonathan Patz dari Universitas Wisconsin-Madison, dilansir dari Science Alert.
Ilmuwan Berhasil Ungkap Misteri Perubahan Iklim Di Bumi
Solusinya, kata dia, adalah mencari sumber energi yang lebih bersih, selain itu juga meningkatkan efisiensi energi. Untuk mendapatkan perkiraan seberapa buruk masalah ini, para peneliti menggunakan model numerik untuk memprediksi peningkatan penggunaan energi dan polusi yang dihasilkan dari pembangkit listrik.
Model ini mencakup semuanya mulai dari seberapa banyak peningkatan suhu global yang mungkin manusia alami 30 tahun ke depan, sampai seberapa baik bangunan akan menghadapi perubahan iklim.
Sebagai contoh, para peneliti menemukan bahwa peningkatan suhu musim panas 3,5 derajat Celcius menghasilkan peningkatan rata-rata 30 persen kebutuhan energi. Sebelumnya, ada penelitian yang menunjukkan bahwa kebutuhan daya untuk menyalakan AC meningkat tiga kali lipat pada 2050.
Jika demikian, itu berarti penggunaan gas, batu bara, dan penggunaan minyak naik, begitu juga tingkat polusi udara. Materi partikulat, yang bisa berupa titik kecil debu atau jelaga. Dan itu pun berdampak pada kesehatan manusia. Misalnya menyebabkan gangguan pernafasan atau peredaran darah.