Senin 09 Jul 2018 09:46 WIB

Mengapa Hoaks Lebih Cepat Menyebar?

Propaganda dan manipulasi sudah ada sejak lama.

Rep: Mutia Ramadhani/ Red: Muhammad Hafil
 Facebook dan Twitter menggabungkan diri dengan jaringan beranggotakan 30 perusahaan media dan teknologi untuk memerangi berita palsu (hoax).
Foto: BBC
Facebook dan Twitter menggabungkan diri dengan jaringan beranggotakan 30 perusahaan media dan teknologi untuk memerangi berita palsu (hoax).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Di tengah meningkatnya kekhawatiran akan informasi palsu alias hoaks, sebuah studi baru menemukan hoaks justru menyebar jauh lebih cepat dibanding informasi akurat alias fakta di Twitter. Studi ini mengambil sampel hoaks yang dibagikan tiga juta pengguna akun media sosial tersebut.

Hoaks sekitar 70 persen lebih mungkin untuk dire-tweet ketimbang fakta. Penelitian ini dipimpin Sinan Aral dari Massachusetts Institute of Technology (MIT), Cambridge. Informasi palsu sering datang dari 'bot' atau akun otomatis yang meniru akun pengguna nyata. Namun, manusia sesungguhnya alasan utama mengapa hoaks lebih cepat menyebar ketimbang fakta.

Laporan informasi palsu terkait pemilihan presiden Amerika Serikat 2016 lalu menempatkan hoaks menjadi sorotan dalam memengaruhi opini publik AS. Menjelang satu semester pemilihan umum digelar, informasi palsu menjadi perhatian. Hoaks biasanya berisi sesuatu baru dan mengejutkan, sementara fakta biasanya kisah berulang.

"Orang-orang lebih suka menyebar informasi baru, mendukung penyebaran kesalahan atas sebuah kebenaran," kata Aral, dilansir dari Consumer Healthday, Senin (9/7).

Profesor informatika dan ilmu komputer di Indiana University of Bloomington, Filippo Menczer menambahkan propaganda dan manipulasi sudah ada sejak lama. Namun, penyebaran informasi palsu secara cepat dan meluas melalui akun-akun media sosial adalah hal baru.

"Sangat menantang memelajari bagaimana hoaks benar-benar bisa memengaruhi orang," ujarnya.

Tim menganalisis sekitar 126 ribu cerita yang dire-tweet sekitar tiga juta pengguna Twitter sepanjang 2006-2017. Peneliti menemukan secara keseluruhan hoaks dire-tweet lebih sering dari pada berita fakta. Berita fakta biasanya jarang menyebar kepada lebih dari seribu orang pengguna, sedangkan satu berita palsu bisa menyebar kepada lebih dari 100 ribu orang pengguna.

Menczer menyebut ada faktor lain yang menyebabkan penyebaran hoaks meluas. Dia mencontohkan orang yang sengaja menyebar hoaks karena selaras dengan apa yang mereka percayai sepihak.

Misalnya, jika Anda sudah terlanjur tidak menyukai Donald Trump, dan melihat tweet negatif tentang dia, maka Anda mungkin bereaksi emosional dan mengklik tombol re-tweet di akun Anda. Dalam kondisi ini Anda sudah ikut menyebar informasi palsu.

"Jika saya hanya bereaksi berdasarkan emosional pribadi dan mengklik re-tweet, maka saya menjadi bagian dari masalah," kata Menczer.

Twitter, Facebook, dan situs media sosial lainnya bertanggung jawab mengatasi hoaks dengan mengambil beberapa langkah. Twitter misalnya mengumumkan mereka akan memblokir beebrapa akun yang menyebar misinformasi tentang Rusia, dan memberi tahu pengguna akun mereka telah ditipu.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement