Kamis 05 Jul 2018 12:53 WIB

FBI Ikut Selidiki Kebocoran Data Facebook

FBI fokus pada pemeriksaan Alexander Kogan pembuat aplikasi My Apps

Rep: Nora Azizah / Red: Ichsan Emrald Alamsyah
CEO Facebook Mark Zuckerberg dikerumuni wartawan saat tiba di Capitol Hill, Washington, Rabu (11/4), AS. Senat AS memanggil Zuckerberg atas kasus penggunaan data Facebook yang menyasar pemilih American pada pemilu 2016 dan privasi data.
Foto: Michael Reynolds/EPA
CEO Facebook Mark Zuckerberg dikerumuni wartawan saat tiba di Capitol Hill, Washington, Rabu (11/4), AS. Senat AS memanggil Zuckerberg atas kasus penggunaan data Facebook yang menyasar pemilih American pada pemilu 2016 dan privasi data.

REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Urusan Facebook terhadap masalah kebocoran data belum juga usai. Laman The New York Times melaporkan, Facebook harus berurusan dengan beberapa lembaga federal dalam menyelidiki perannya terkait skandal Analytica Cambridge. Salah satunya The Federal Bureau of Investigation (FBI). Tidak hanya FBI, Securities and Exchange Commision (SEC) dan Federal Trade Commission (FTC) juga bergabung dalam penyelidikan.

Pada Mei lalu, FBI sedang melakukan penyelidikan pencarian firma konsultasi politik. Namun FBI menyimpulkan, masalah kebocoran data jauh lebih besar dari hal tersebut. Di sisi lain, Facebook sudah mengonfirmasi telah menerima permintaan untuk informasi dari agensi.

Dalam sebuah pernyataan Facebook menyebutkan bahwa sudah bekerja sama dengan pejabat pemerintah AS, Inggris, dan lainnya. Facebook telah memberikan kesaksian publik untuk menjawab pertanyaan, dan berjanji melanjutkan bantuan apabila ada permintaan.

FBI saat ini fokus mencari tahu tentang informasi yang diketahui Facebook terkait Alexander Kogan tiga tahun lalu. FBI ingin mengetahui aktivitas atau data yang dikumpulkan. Seperti diketahui, Kogan merupakan pembuat aplikasi My Apps yang mengumpulkan data untuk dijual ke pihak Analytic Cambridge.

FBI ingin mengetahui jejaring sosial yang tidak memberitahu otoritas dan publik saat mendapatkan banyak informasi. Beragam penyelidikan dilakukan termasuk kesaksian Zuckerberg. Namun hingga saat ini masih belum mendapatkan titik terang. 

Sebelumnya, The New York Times juga menyebut data-data pengguna Facebook bisa diakses oleh 60 perusahaan tanpa sepengetahuan pemilik data. Amazon, Apple, Blackberry, dan Samsung adalah beberapa nama yang ikut terseret dalam pusaran itu.

Facebook yang kini mencatatkan 2,2 miliar pengguna di seluruh dunia menjalin kemitraan tersebut sejak 10 tahun silam. Kolaborasi itu diklaim bertujuan meningkatkan jangkauan Facebook. The New York Times menulis perusahaan yang bermitra diizinkan memiliki akses mendalam ke data-data privat.

Jika tudingan itu terbukti, artinya kemitraan tersebut melanggar keputusan pada 2011 yang dibuat US Federal Trade Commission. Aturan itu melarang Facebook mengizinkan pihak ketiga mengakses data pengguna tanpa izin pemilik data.

Menanggapi pemberitaan tersebut, Facebook menjawab lewat unggahan blog berjudul "Why We Disagree with The New York Times". Wakil Presiden Bidang Kerja Sama Produk, Ime Archibong, berargumen kolaborasi tersebut dinilai penting karena dulu di awal kemunculan Facebook tidak ada Appstore.

"Perusahaan seperti Facebook, Google, Twitter, dan Youtube harus bekerja langsung dengan sistem operasi dan manufaktur perangkat agar produk mereka sampai ke tangan pengguna," kata Archibong.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement