REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Eksekutif Komunikonten Hariqo Wibawa Satria mengapresiasi pemblokiran sementara aplikasi Tik Tok oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo). Sebab, aplikasi Tik Tok bisa merusak bonus demografi karena para remaja dirusak fokusnya oleh konten-konten negatif.
"Media sosial, aplikasi dari negara manapun harus ditegur keras, bahkan diblokir permanen jika merugikan kepentingan nasional Indonesia," tegas Hariqo melalui pesan tertulis kepada Republika.co.id, Rabu (4/7).
(Baca: Kemkominfo: Aplikasi Tik Tok Mengandung Konten Negatif)
Menurut Hariqo, selama ini pembuat video Tik Tok memanfaatkan Instagram, Twitter, Youtube, dan Facebook untuk menyebarkan hasil karyanya. Karena itu, menurut dia, ke depan pemerintah perlu meningkatkan pemonitoran akan hal tersebut. Mengingat pembuat video Tik Tok yang mayoritas adalah remaja tentu tidak semuanya mampu menilai apakah videonya berbahaya atau tidak.
"Jadi, tanggung jawab monitoring juga memang ada di Instagram, Twitter, Youtube, Facebook, namun mereka tidak melakukan itu dengan baik," jelas dia.
Idealnya, kata dia, ketentuan pengguna yang biasa ada sebelum membuat suatu akun media sosial aplikasi perlu disajikan dengan menggunakan tanya jawab. Tujuannya agar ketentuan tersebut lebih tertanam di pikiran pengguna mengenai apa yang boleh dan dilarang dilakukan dengan media sosial.
Kendati begitu, selain hal negatif, Tik Tok banyak juga dimanfaatkan untuk memopulerkan sebuah lagu dan produk. Lagu Asian Games 2018 yang dinyanyikan Via Vallen, misalnya, bisa lebih populer jika dibuat video Tik Tok-nya.
"Sisi positif Tik Tok yang perlu diperhatikan serius adalah, adanya keinginan remaja Indonesia untuk berpindah atau hijrah dari sekadar penyebar konten menjadi pembuat konten," kata dia.