REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING -- Ketika Perang Dingin muncul setelah Perang Dunia II , penelitian ilmiah dasar menjadi prioritas utama bagi Amerika Serikat (AS). Pemerintah AS mendirikan Yayasan Departemen Pertahanan dan Sains Nasional dan penelitian meningkat setelah itu.
Data 2017 yang dirilis pada Juni lalu menunjukkan AS terus memimpin segala sesuatu yang berkaitan dengan sains atau ilmu pengetahuan, kemudian menyusul Cina, Jerman, dan Inggris. Tetapi gabungan ketiga negara ini masih berkontribusi kurang terhadap sains dibandingkan AS pada tahun lalu.
Data tersebut juga mengungkap AS cepat kehilangan pijakan. Kontribusi ke jurnal ilmiah utama oleh para ilmuwan Amerika terus menurun selama beberapa tahun terakhir, sementara kontribusi dari Cina meningkat.
Jika ini terus terjadi, hasil ilmiah Cina akan melampaui Amerika Serikat dalam tujuh tahun ke depan. Seperti yang dikutip dari Cosmos Magazine, Senin (2/7), menurut sebuah studi 2014 yang diterbitkan dalam jurnal Proceedings of National Academy of Sciences (PNAS), ada beberapa faktor utama yang mendorong peningkatan sains yang dilakukan oleh Cina.
Pertama, Cina memiliki populasi besar yang berarti negara Tirai Bambu ini memiliki kapasitas yang sangat besar untuk pertumbuhan tenaga kerja di bidang sains dan rekayasa. Kedua, jumlah ilmuwan dan insinyur Cina semakin bertambah karena negara itu telah melakukan investasi yang signifikan dalam perluasan pendidikan.
Ketiga, Cina telah merekrut ilmuwan senior yang terkenal dari luar negeri untuk kembali ke tanah air mereka. Pada akhirnya Cina meningkatkan investasi dalam sains.