REPUBLIKA.CO.ID, SEOUL -- Penggunaan energi terbarukan merupakan salah satu isu yang terus disuarakan oleh Greenpeace. Setahun terakhir, lembaga lingkungan hidup ini mengadvokasi pegiat lingkungan untuk mendesak Samsung agar memanfaatkan energi terbarukan.
Desakan itu muncul lantaran Samsung diduga berkontribusi memperburuk perubahan iklim dengan menggunakan sumber energi yang tidak ramah lingkungan. Aktivis lingkungan mengklaim, rival Samsung yakni Apple dan Google telah melangkah lebih dulu dengan memanfaatkan energi matahari dan angin sejak April.
Menjawab tuntutan tersebut, belum lama ini Samsung mengumumkan keputusan perusahaan untuk berkomitmen menggunakan energi terbarukan di beberapa kantornya. Dilansir dari The Verge, raksasa teknologi asal Korea Selatan itu akan memenuhi janjinya pada 2020 mendatang. Akan tetapi penerapannya tidak dilakukan di semua kantor wilayah.
Hanya kantor-kantor yang berlokasi di Amerika Serikat (AS), Eropa, dan Cina yang akan 100 persen memanfaatkan energi terbarukan. Samsung secara eksplisit berjanji 17 dari 38 gedung kantornya akan sepenuhnya memanfaatkan energi terbarukan. Kantor-kantor di AS, Eropa, dan Cina dipilih karena ada infrastruktur yang memadai untuk membangun dan mentransmisi energi terbarukan.
Selama tenggat dua tahun hingga 2020, Samsung juga berjanji akan meningkatkan penggunaan energi ramah lingkungan secara global. Walau demikian tidak disebutkan secara spesifik wilayah mana saja yang akan disasar dalam rencana tersebut.
Samsung juga bergabung dalam program The Carbon Disclosure Project (CDP) tahun depan. Program ini mengidentifikasi risiko perubahan iklim dalam rantai pasoknya. Untuk mendukung kontribusi perusahaan, Samsung juga mencari partner rantai pasok yang bisa membantu pencapaian target penggunaan energi terbarukan.
Greenpeace memberikan respons terkait langkah yang diambil Samsung. "Ini langkah pertama yang sangat penting bagi Samsung untuk mengurangi jejak global mereka yang masif. Langkah tersebut bisa membantu transisi penggunaan bahan bakar fosil di negara seperti Cina dan Korea Selatan," ungkap Greenpeace dalam rilisnya.