Jumat 08 Jun 2018 15:02 WIB

Facebook Hapus Akun Penyebar Kebencian ke Muslim Rohingya

Facebook memblokir akun kelompok Buddha Myanmar garis keras Ma Ba Tha

Rep: Inas Widyanuratikah/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Facebook
Foto: EPA
Facebook

REPUBLIKA.CO.ID, YANGON -- Facebook telah menandai sebuah kelompok Budha Myanmar garis keras ke dalam daftar hitam. Pasalnya, kelompok tersebut menebar ujaran kebencian kepada masyarakat Muslim Rohingya. Hal ini dikonfirmasi Manajer Kebijakan Konten Facebook, David Caragliano pada Kamis (7/6).

"Mereka tidak diizinkan muncul di Facebook. Kami akan menghilangkan akun apapun serta konten yang mendukung, memuji, atau mewakilkan kelompok ini," kata Caragliano, dikutip laman Channel News Asia, Kamis (7/6).

Sebelumnya, Facebook sempat dikecam oleh peneliti dari PBB karena banyaknya ujaran kebencian pada masyarakat Rohingya di situs media sosial tersebut. Sekitar 700 ribu masyarakat Rohingya telah melarikan diri ke Bangladesh untuk mencari keamanan sejak Agustus lalu.

Terkait hal tersebut, Facebook pada pekan ini telah memeriksa akun yang paling tinggi dikunjungi di Myanmar. Selanjutnya, Facebook melarang gerakan nasionalis Budha Ma Ba Tha serta dua orang biksu karena memicu kebencian terhadap Rohingya.

Meskipun demikian, aktivis kemanusiaan mengkritik Facebook karena terlalu lambat mengambil tindakan terkait ujaran kebencian pada Rohingya. Beberapa konten sempat disebarkan lebih dari 2 hari sebelum akhirnya dihapus.

Wakil Kepala Kebijakan Publik Facebook Asia-Pasifik, Simon Milner pun mengakui hal tersebut. "Kami bisa melakukan lebih, dan kami selama ini terlalu lama merespon," kata dia.

Ia menambahkan, Facebook sedang menambah jumlah orang yang bekerja mengenai isu ini dari Singapura dan Bangkok. Pihak Milner juga mengatakan mempekerjakan orang yang bisa berbicara bahasa Myanmar untuk akhirnya dapat menghapus konten-konten ujaran kebencian.

Hal ini disambut baik oleh aktivis kemanusiaan Myanmar, namun berharap Facebook dapat lebih transparan. "Seberapa lama bisa menghapus konten ujaran kebencian? Berapa orang yang mereka punya yang dapat bicara bahasa Myanmar?" ujar CEP Phandeeya, Jes Kaliebe Petersen.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement