REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Facebook saat ini memang merupakan platform media sosial (medsos) terbesar di seluruh dunia. Akan tetapi, kehadirannya tidak selalu diterima di setiap negara. Belum lama ini, Papua Nugini mengumumkan bahwa medsos besutan Mark Zuckerberg itu akan diblokir di negaranya.
Pemblokiran Facebook itu tidak bersifat permanen namun hanya berlangsung selama satu bulan. Dilansir dari Independent, keputusan itu diambil pemerintah Papua Nugini karena mereka ingin meneliti ada tidaknya penyalahgunaan Facebook di negaranya. Menteri Komunikasi Sam Basil mengatakan pemblokiran sementara itu memungkinkan National Research Institute menelisik ada tidaknya penyelewengan dalam pengoperasian Facebook.
"Waktu selama sebulan memungkinkan kami mengumpulkan informasi untuk mengindentifikasi pengguna yang bersembunyi di balik akun palsu, pengguna yang memposting gambar porno, serta pengguna yang memposting informasi palsu. Mereka akan difilter dan dihapus," jelas Basil kepada The Post Courier.
"Dengan langkah ini, hanya orang-orang dengan akun identitas asli yang bisa berinteraksi di media sosial," imbuhnya. Papua Nugini bukanlah satu-satunya negara yang memblokir Facebook. Cina, Iran, dan Korea Utara terlebih dulu masuk dalam daftar negara yang menutup akses Facebook di negaranya. Pemerintah negara-negara tersebut menerapkan aturan ketat untuk menyensor dan mengontrol penggunaan komunikasi lewat internet di masyarakat.
Akan tetapi, sejauh ini baru Papua Nugini negara yang memblokir Facebook demi alasan penelitian. Apabila Facebook dianggap melanggar aturan siber yang berlaku di Papua Nugini, pemerintah negara itu mempertimbangkan kemungkinan menciptakan platform baru yang lebih aman bagi rakyatnya. "Kami tidak bisa membiarkan penyimpangan Facebook berlanjut di negara ini," ungkap Basil.
"Jika dibutuhkan, kami bisa mengumpulkan para developer untuk mendesain situs yang lebih kondusif bagi Papua Nugini. Sehingga, masyarakat dapat menjalin komunikasi lewat internet yang lebih sehat," jelasnya. Pihak Facebook sudah dihubungi untuk dimintai tanggapannya mengenai hal ini. Namun juru bicara Facebook memilih bungkam dan menolak berkomentar.