Senin 21 May 2018 20:13 WIB

Tukang Sablon Ini Olah Sampah Plastik Jadi BBM

Ia ke bali menggunakan Vespa yang bahan bakarnya hasil pengolahan sampah plastiknya.

Rep: Zuli Istiqamah/ Red: Agus Yulianto
Proses pembuatan Bahan Bakar Minyak (BBM) dari pengolahan sampah plastik dengan alat sedrhana, di Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK), Kota Bandung, Senin (21/5).
Foto: Republika/Edi Yusuf
Proses pembuatan Bahan Bakar Minyak (BBM) dari pengolahan sampah plastik dengan alat sedrhana, di Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK), Kota Bandung, Senin (21/5).

REPUBLIKA.CO.ID, Dimas Bagus Wijanarko bukan ahli kimia. Tidak menimba ilmu teknik mesin ataupun perminyakan. Tapi dari kejeliannya, tetes demi tetes minyak yang digunakan untuk bahan bakar bisa dihasilkan.

Pria asal Surabaya itu hanya seorang tukang sablon. Siapa sangka, Dimas kini mendedikasikan diri untuk pelestarian lingkungan, terutama mengatasi persoalan sampah plastik. Ia membuat alat yang menghasilkan minyak dari pengolahan sampah plastik.

Berawal dari hobinya naik gunung, ia mengaku prihatin banyaknya sampah bahkan di tempat yang seharusnya lestari alamnya. Indonesia negara yang dibanggakam potensi alamnya, justru menjadi penghasil sampah terbesar nomor dua setelah Tiongkok.

Hingga 2014, tercetuslah ide membuat alat pengolah sampah. Terinspirasi teknologi pengolahan sampah menjadi minyak dari Jepang, ia membuat alat pembakar sampah plastik yang kemudian disuling menjadi minyak mentah.

photo
Aktivis lingkungan, Dimas Bagus Wijanarko membuat alat pengolah sampah plastik menjadi BBM

"Bukan memperpanjang umur sampah, tapi cari solusi menghabiskan sampah sehingga bisa bermanfaat. Jadi dari beberapa artikel saya pelajari akhirnya saya menemukan mengubah sampah palstik jadi minyak. Saya bukan akademisi, tapi saya punya kemauan dan tekad serta kepedulian terhadap masalah sampah," kata Dimas di Kantor Dinas Lingkungan Hidup Kota Bandung, Jalan Sadang Serang, Senin (21/5).

Setiap plastik, kata dia, memiliki kandungan minyak. Hal ini menjadi salah satu penyebab, sampah plastik butuh ratusan tahun untuk terurai. Oleh karenanya, ia berpikir alangkah lebih baiknya diambil minyaknya melalui proses pengolahan.

Ia merakit alat sederhana dari barang-barang bekas. Alat berbentuk kotak sebagai tabung reaktor menjadi tempat dibakarnya sampah plastik menggunakan api yang berasal dari tabung gas ataupun minyak dengan suhu 400 derajat Celcius. Tabung ini disambung dengan menggunakan pipa instalasi yang terhubung ke kondensor yang akan mendinginkan gas hasil pembakaran plastik. Hasil pendinginan inilah yang menjadi minyak murni.

"Jadi sistem kerjanya metode destilasi kering dengan pemanasan suhu tinggi dengan minimal atau tanpa oksigen sehingga ada proses kimiawi dari gas jadi cair," ujarnya.

Tidak membutuhkan waktu yang lama, cukup 5-10 menit tetes demi tetes minyak itu akhirnya keluar. Alat yang diciptakannya ini menghasilkan bahan bakar jenis premium.

Ia mengungkapkan, lewat alat tersebut sebanyak 1 kilogram plastik bisa diubah menjadi satu liter premium. Meski nilai oktannya hanya 82 atau di bawah premium yang diproduksi Pertamina, namun bahan bakar ini tetap bisa digunakan. Bukan hanya untuk bahan bakar kendaraan, tapi juga bisa untuk kebutuhan pembakaran lainnya.

Menurutnya, jenis plastik yang paling baik diolah menjadi minyak ialah yang berjenis low density polyethilene (LDPE). Plastik jenis ini biasa digunakan untuk kresek, bungkus mie instan dan kopi sachet.

Sampah plastik yang telah dipanaskan pun hasil akhirnya menjadi residu abu yang tidak akan mencemari lingkungan. Alat yang diciptakannya pun biaya pembuatannya kurang dari dua juta rupiah saja.

Ia mengaku, memang tidak memiliki titel sarjana teknik. Ia hanya peduli dan mencoba memberikan kontribusi nyata untuk memgkampanyekan gerakan pelestarian lingkungan. 

Berbagai risiko dari awal pembuatan alat ini sudah dialaminya. Mulai dari kompor meledak, terkena minyak panas akibat bocornya tabung hingga kini alatnya sudah sangat aman digunakan.

Hingga saat ini memang belum ada institusi pemerintah yang tertarik bekerjasama dengan pihaknya untul memggunakan alat ini. Justru perwakilan Pemerintah Jepang yang beberapa waktu lalu mendatanginya karena tertarik dengan alat yang dikembangkannya.

Kini, lewat tim yang tergabung dalam organisasi Gerakan Tarik (Get) Plastic, pria berusia 42 tahun ini tengah berkampanye keliling Indonesia. Ia mengenalkan alat buatannya dan mengkampanyekan pengolahanan sampah plastik menjadi sumber energi.

Menggunakan vespa super 1977, Founder Get Plastic ini memulai perjalanannya dari Jakarta menuju Bali. Dengan jarak sekitar 1.200 kilometer, bahan bakar yang digunakan motor vespanya merupakan hasil dari pengolahan sampah plastiknya.

"Saya berangkat dari 19 Mei kemarin sampai Bali kira-kira 30 Juni. Ada 15 tirik yang akan saya singgahi. Di titik-titik itu saya dan teman-teman koordinator akan melakukan workshop," ujarnya.

Melalui kampanye ini, ia berharap, masyarakat semakin sadar untuk lebih peduli pada persoalan sampah. Dengan kepedulian mengolah sampah yang dimulai dari sumbernya.

"Bukan berarti adanya alat ini kemudian kita jadi konsumtif, banyak menghasilkan sampah. Tapi kita mencoba mengurangi predikat Indonesia sebagai negara pembuang sampah plastik terbesar kedua di dunia. Keinginan saya dari 2014 saya ingin banget Indonesia bebas dari sampah palstik," harapnya.

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement