REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Robot menggantikan pekerjaan manusia kini bukan lagi kisah fiksi ilmiah. Pada 2013, Carl Benedikt Frey dan Michael Osborne dari Universitas Oxford menyebut, 702 jenis pekerjaan di Amerika Serikat bisa digantikan oleh robot. Mereka berkesimpulan, 47 persen pekerjaan dalam satu atau dua dekade ke depan akan digantikan oleh mesin.
Dikutip dari The Economist, Rabu (25/4), penelitian serupa juga dilakukan oleh The Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD). OECD menggunakan data survei keterampilan pada 2015 dan menemukan 14 persen pekerjaan di 32 negara sangat rentan pada otomatisasi. Kategori sangat rentan berarti robot memiliki peluang sebesar 70 persen untuk menggantikan manusia. Kemudian, 32 persen pekerjaan dalam kategori sedikit lebih aman dengan probabilitas sebesar 50 hingga 70 persen untuk digantikan robot. Dengan tingkat pekerjaan saat ini, artinya ada 210 juta pekerjaan terancam digantikan robot di 32 negara.
Persoalan itu ternyata tidak terjadi secara merata. Studi tersebut menemukan variasi di berbagai negara. Misalnya, pekerjaan di Slovakia dua kali lebih rentan dibandingkan di Norwegia. Secara umum, pekerja di negara-negara kaya tampak kurang berisiko dibandingkan mereka yang berpenghasilan menengah. Tetapi kesenjangan yang luas bahkan ada di antara negara-negara yang memiliki kekayaan serupa.
Perbedaan dalam struktur organisasi dan bauran industri masing-masing memiliki peran. Di Korea Selatan, misalnya, 30 persen pekerjaan berada di manufaktur, dibandingkan dengan 22 persen di Kanada. Kendati demikian, rata-rata, pekerjaan Korsel lebih sulit diotomatisasi daripada pekerjaan di Kanada. Hal ini karena perusahaan Korsel telah menemukan cara yang lebih baik untuk menggabungkan baik tugas rutin maupun sosial dan kreatif, yang tidak dapat dilakukan komputer atau robot.