REPUBLIKA.CO.ID, DURHAM -- Menekan emisi karbon disinyalir bisa mencegah 153 juta kematian akibat polusi udara. Temuan tersebut diungkap dalam studi terbaru yang dilakukan para periset dari Universitas Duke di Durham, Carolina Utara, Amerika Serikat.
Para peneliti menggunakan simulasi komputer dengan tiga skenario berbeda untuk meninjau permasalahan tersebut. Replikasi itu mengestimasi emisi karbon dioksida di masa depan beserta kondisi ozon dan partikel polutan lain.
Mereka kemudian mencocokkan hasilnya dengan data global kesehatan masyarakat mengenai kematian terkait polusi selama puluhan tahun. Peninjauan dilakukan untuk mengetahui daerah mana yang paling parah terdampak pemanasan global.
Membatasi kenaikan suhu global sampai 1,5 derajat Celsius disebut akan berdampak baik di sejumlah kota besar. Untuk mewujudkannya, pemerintah dunia harus bekerja sama dalam mengurangi emisi bahan bakar fosil.
Studi tersebut adalah yang pertama memproyeksikan angka di 154 kota besar di dunia. Beberapa di antaranya adalah New York, Los Angeles, Moskow, Kota Meksiko, dan Sao Paolo yang mencatat ratusan ribu kematian dini akibat polusi.
Menurut profesor ilmu bumi Universitas Duke Drew Shindell, polusi udara memiliki data historis yang luas. Itu sebabnya studi yang telah diterbitkan dalam jurnal Nature Climate Change itu bisa menampilkan prediksi yang hampir presisi.
"Mudah-mudahan informasi ini akan membantu pembuat kebijakan dan masyarakat memahami manfaat jangka pendek dari aksi pengurangan karbon dengan cara-cara paling tepat," ujar Shindell, dikutip dari laman Daily Mail.
PBB memproyeksikan skenario terburuk bahwa rata-rata suhu dunia meningkat enam derajat Celsius pada tahun 2100. Kesepakatan iklim Paris pada 2015 menyerukan pembatasan pemanasan global antara dua hingga 1,5 derajat Celsius.