Senin 19 Feb 2018 13:14 WIB

Jackpotting, Pencurian Lewat ATM yang Perlu Diwaspadai

Jackpotting lebih berbahaya dibanding teknik skimming pada sistem mesin ATM.

Rep: Iit Septyaningsih/ Red: Dwi Murdaningsih
Seorang petugas melakukan identifikasi di tempat kejadian kasus pembobolan mesin ATM (ilustrasi).
Foto: Antara/R Rekotomo
Seorang petugas melakukan identifikasi di tempat kejadian kasus pembobolan mesin ATM (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pada Juli 2016 sekelompok peretas berhasil mencuri lebih dari 2 juta dolar AS di Taiwan. Uang sebanyak itu diambil dari sejumlah Anjungan Tunai Mandiri (ATM).

Pakar Keamanan Siber Pratama Persadha menjelaskan, pencurian tersebut tidak menggunakan model lama lewat skimmer. Melainkan menggunakan cara baru yakni Jackpotting.

Ia menjelaskan, Jackpotting sudah banyak beredar di beberapa kawasan. Awal tahun ini, pemerintah Amerika Serikat lewat beberapa lembaga seperti, FBI, CIA dan Secret Service pun mengingatkan Jackpotting telah masuk ke AS.

Maka tidak menutup kemungkinan Indonesia akan menjadi negara sasaran berikutnya. Pratama menegaskan, Jackpotting lebih berbahaya dibanding teknik skimming pada sistem mesin ATM. Sebab, model pencurian dengan jackpotting ini bisa mengakibatkan seluruh uang di dalam mesin ATM tersedot keluar.

"Jackpotting sangat berbahaya, dalam waktu singkat bisa menguras mesin ATM. Dalam serangannya, para pencuri ini memerlukan akses fisik ke mesin ATM untuk melakukan instalasi malware langsung ke mesin ATM," kata chairman lembaga riset keamanan siber Communication and Information System Security Research Center (CISSReC) ini, di Jakarta, Senin, (19/2).

Ia menambahkan, pendekatan keamanan perlu ditingkatkan menghadapi metode jackpotting ini sama seperti skimming, yaitu pendekatan keamanan ATM. Di AS misalnya, pelaku diketahui menyamar menggunakan seragam petugas ATM, sehingga mempunyai waktu cukup untuk memasang malware pada ATM.

Kekhawatiran aparat di AS adalah praktek jackpotting akan menimbulkan ketidakpercayaan pada sistem perbankan. "Ini berbahaya, dalam jumlah cukup besar ketidakpercayaan itu bisa menimbulkan krisis ekonomi seperti 1998, dimana masyarakat ramai-ramai menarik uang dari bank," tuturnya.

Di AS, kata dia, para pelaku Jackpotting menyasar lokasi yang diketahui lambat tanggap penanganannya, baik dari aparat maupun instrumen hukum.  Para pelaku akan berpindah lokasi dan mereka selalu memilih daerah yang kemungkinan minim aparat.

"Kita pasti berharap Jackpotting tidak ada di Tanah Air, namun dengan akses internet mudah, teknologi ini akan cepat menyebar. Solusinya memang lebih ke peningkatan keamanan fisik ATM," kata Pratama.

Menurutnya, masyarakat juga bisa memilih ATM di lingkungan lebih tertutup dan dijaga oleh pihak keamanan. Bank Indonesia pun diharapkan bisa mengingatkan para pelaku perbankan untuk waspada sejak dini, agar jackpotting tidak mewabah di tanah Indonesia.

"Selain Jackpotting, masih ada pekerjaan rumah lama yang belum selesai, yaitu pemakaian windows XP pada sebagian besar mesin ATM di tanah air. Ini berbahaya yang meningkatkan resiko kebobolan pada mesin ATM," jelasnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement