REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kehidupan modern saat ini hampir tidak dapat dipisahkan dari dunia maya dan internet. Sayangnya, dunia maya dan internet acap kali digunakan untuk menyebar pesan kebencian, ajakan intoleransi dan tindakan radikal.
"Akibatnya orang-orang yang terpapar pesan-pesan negatif tersebut bisa terdorong melakukan tindakan kekerasan," kata Koordinator Program Wahid Foundation, Anis Hamim melalui keterangan tertulis yang diterima Republika, Sabtu (10/1).
Anis mengatakan, salah satu solusi untuk mencegah orang menjadi intoleran atau radikal karena pesan-pesan di dunia maya dan internet adalah dengan mengisi ruang tersebut dengan pesan-pesan positif secara konsisten. Konten positif juga bisa berupa kontra-naratif.
"Yakni upaya menghadirkan fakta-fakta atau argumentasi yang membantah kebenaran pesan-pesan negatif yang disampaikan oleh kelompok intoleran atau radikal," ujarnya.
Menurutnya, keberhasilan kontra-narasi ditentukan oleh pemilihan media atau platform penyebaran yang sesuai. Pemilihan media ini mesti didasarkan pertimbangan seberapa banyak platform tersebut diakses oleh publik atau kelompok yang menjadi sasaran.
Anis menjadi pemateri dalam rangkaian acara Festival Toleransi Rakyat (Peace Festival 2018) yang digelar Wahid Foundation di Jakarta pada Jumat (9/1). Ia menerangkan, pada dasarnya semua topik bisa dibuat menjadi materi kontra-narasi di media online atau media sosial.
"Tinggal saja kita yang memilih materi apa saja yang dapat memberikan pesan kuat dalam mempromosikan toleransi dan menolak radikalisme agama atau suku di media online atau media sosial," terangnya.
Anis mencontohkan, kisah indah pertemanan antar orang yang berbeda budaya, suku atau agama selalu menarik sebagai bahan untuk mempromosikan toleransi di media online atau media sosial. Cerita pertemanan lintas budaya, suku, lintas agama akan menyegarkan banyak orang. Terutama di tengah maraknya peredaran pesan negatif yang mengajak orang untuk memusuhi dan membenci orang atau kelompok lain.