Senin 05 Feb 2018 15:45 WIB

Membongkar Mitos Pandemi Influenza Tahun 1918

Tahun ini menandai peringatan 100 tahun pandemi influenza besar tahun 1918.

Rep: Dwina Agustin/ Red: Winda Destiana Putri
Virus Flu. Ilustrasi
Foto: Sciencealert
Virus Flu. Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, Pandemi besar terjadi membuat kekhawatiran besar bagi masyarakat dunia. Pernah terjadi pandemi influenza besar tahun 1918.

Tahun ini menandai peringatan 100 tahun pandemi influenza besar tahun 1918. Antara 50 dan 100 juta orang diperkirakan telah meninggal, mewakili sebanyak 5 persen populasi dunia, dan setengah miliar orang terinfeksi.

Beberapa orang menyebutnya sebagai pandemi terbesar dalam sejarah. Sejarawan dan ilmuwan telah mengembangkan banyak hipotesis mengenai asal usul, penyebaran dan konsekuensinya sebab banyak kesalahpahaman yang berputar di dalamnya.

Beberapa menyatakan, jika pandemi besar itu berasal dari Spanyol. Pandemi tersebut kemungkinan memperoleh julukan ini karena Perang Dunia I, sebab negara-negara besar yang terlibat dalam perang sangat ingin menghindari dorongan kesalahan dari musuh mereka. Negara seperti Jerman, Austria, Prancis, Inggris dan Amerika Serikat pun akhirnya tidak membuka angka untuk masalah tersebut.

Sedangkan, Spanyol sebagai negara netral tidak perlu menutupi masalah penyakit tersebut. Dari hal tersebut, berkembanglah jika Spanyol yang menjadi penyebab utamanya padahal asal geografis negara diperdebatkan menjadi penyebarnya.

Flu tahun 1918 menyebar dengan cepat, menewaskan 25 juta orang hanya dalam enam bulan pertama. Hal ini menyebabkan beberapa orang takut pada akhir umat manusia, penelitian yang lebih baru menunjukkan virus itu sendiri, meski lebih mematikan daripada strain lainnya, secara fundamental tidak berbeda dengan yang menyebabkan epidemi pada tahun-tahun lainnya.

Sebagian besar tingkat kematian yang tinggi dapat dikaitkan dengan kepadatan di kamp militer dan lingkungan perkotaan, serta gizi buruk dan sanitasi, yang menderita selama masa perang. Diperkirakan pula banyak kematian disebabkan oleh perkembangan pneumonia bakteri di paru-paru yang dilemahkan oleh influenza.

Mitos yang berkembang lainnya seputar pandemi tersebut ketika ada yang menyatakan gelombang pertama pandemi paling mematikan. Padahal gelombang awal kematian akibat pandemi pada paruh pertama tahun 1918 relatif rendah.

Pada gelombang kedua, dari bulan Oktober sampai Desember tahun itu, tingkat kematian tertinggi terjadi. Gelombang ketiga pada musim semi 1919 lebih mematikan daripada yang pertama, namun, jumlahnya kurang dari yang kedua.

Orang-orang dengan kasus ringan tinggal di rumah, namun mereka yang memiliki kasus parah sering berkumpul bersama di rumah sakit dan kamp, meningkatkan transmisi bentuk virus yang lebih mematikan.

Baca juga: Flu Dapat Akibatkan Kematian

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement