Ahad 28 Jan 2018 06:14 WIB

Pertumbuhan Pasar Telepon Pintar di Cina Turun

Pasar telepon pintar di Cina turun untuk pertama kalinya selama hampir satu dekade.

Rep: Rr Laeny Sulistyawati/ Red: Ratna Puspita
Ponsel Xiaomi.
Foto: EPA
Ponsel Xiaomi.

REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING -- Pasar telepon pintar (smartphone) Cina mengalami penurunan untuk pertama kalinya selama hampir satu dekade. Menurut data dari perusahaan riset Canalys, pasar telepon pintar Cina telah jatuh untuk pertama kalinya, dengan pengiriman tahunan turun sebesar empat persen pada 2017. 

Dikutip dari BBC, Ahad (28/1), penurunan tersebut mengakhiri pertumbuhan delapan tahun di pasar ponsel terbesar di dunia. Merek smartphone Huawei, Oppo dan Vivo terus mendominasi pasar telepon pintar Cina. Meskipun terjadi perlambatan keseluruhan pasar, pertumbuhan pasar Huawei di Cina mencapai dua digit.

Menurut  analis riset di Canalys Mo Jia, penurunan terjadi karena konsumen kelas menengah ke bawah di Cina sudah menukar ponsel berfitur standar milik mereka menjadi telepon pintar kelas menengah. Ini membuat mereka merasa tidak memerlukan yang lain.

“Orang-orang mengatakan bahwa telepon yang mereka miliki sekarang sudah cukup bagus. Artinya, pasar yang sebelumnya mengalami perubahan itu berubah menjadi pasar yang berhenti,” kata Jia kepada BBC

Pada 2010 sampai 2015, sebagian besar pasar smartphone global merupakan persaingan antara Apple dan Samsung. Namun selama dua tahun terakhir, merek smartphone Android asal Cina mengalami peningkatan. Produsen Cina menawarkan ponsel entry level yang lebih cepat dengan harga yang jauh lebih terjangkau. 

Peningkatan ini terjadi berdasarkan strategi yang menyasar kelompok perdesaan. Jika konsumen di kota-kota besar seperti Beijing dan Shanghai melihat iPhone dan Samsung Galaxy sebagai handset yang harus dimiliki maka tidak demikian dengan penduduk di perdesaan. 

Orang-orang di daerah pedesaan tidak mampu membayar harga yang mahal lebih memilih ponsel berfitur dasar. Pasar ini kemudian disasar oleh produsen smartphone seperti Oppo, Vivo, dan Huawei. 

Untuk menjual smartphone dengan harga lebih rendah, Oppo dan Vivo, yang keduanya dimiliki oleh miliarder Duan Yong Ping, menghindari penjualan online dan membuka toko ritel di jalan-jalan di perdesaan. Pendekatan ini berhasil. Pada 2016, jumlah konsumen di Cina yang menukar ponsel berfitur dasar mereka dengan smartphone meledak. 

Pada akhir 2016, Huawei menurunkan Samsung dari posisi teratas sebagai merek perangkat Android yang paling menguntungkan di dunia. Menurut Counterpoint Research, pada Agustus 2017 Huawei menjual smartphone hampir sebanyak seperti Apple. 

Smartphone entry level tersebut tidak hanya memiliki banyak fitur, tetapi siklus hidup perangkat ini jauh lebih lama dari sebelumnya. Menurut Canalys, siklus hidup perangkat ini mencapai 26,8 bulan.

Inilah yang turut memicu perlambatan pasar. Perusahaan riset tersebut memprediksi pasar smartphone Cina tidak akan tumbuh hingga perangkat 5G mengisi pasaran pada akhir 2019.

Apalagi, Jia menuturkan, smartphone terbaru dari merek Cina memiliki spesifikasi dan perangkat keras yang hampir setara dengan Apple. Dia menambahkan sebagian konsumen merek Cina mungkin akan menukar smartphone-nya demi citra mewah iPhone, tetapi sebagian lagi akan bertahan. 

“Produsen membuat ponsel yang jauh lebih baik. Misalnya, kalau Anda melihat Huawei Mate 10 dan Mate 10 Pro, spesifikasi mereka sebanding dengan iPhone 8 dan iPhone 8 Plus. Namun, Mate 10 setidaknya 30 persen lebih murah daripada iPhone 8," kata dia.

Dengan pasar Cina yang cukup jenuh saat ini, ekspansi luar negeri akan sangat penting bagi Huawei, Oppo, dan Vivo pada 2018. "Oppo dan Vivo mencoba untuk memperluas ke lebih banyak negara seperti Rusia dan Jepang, dan mereka mencoba memperdalam pasar mereka di Asia Tenggara," kata Jia.

Ia menambahkan Xiaomi melakukan performa yang sangat baik di India sehingga berhasil menjadi merek paling populer di sana. Xiaomi berusaha membuka lebih banyak toko. Xiaomi juga berkembang di Thailand.

Huawei juga masih bisa mengembangkan pasar di Asia Tenggara dan Afrika sambil mempertahankan dan meningkatkan popularitasnya di Eropa. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement