REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sembilan dari sepuluh orang berpikir mereka bisa menyadari pesan palsu yang mereka dapatkan. Namun nyatanya, penelitian terbaru menemukan hanya satu dari sepuluh orang yang bisa mencetak nilai penuh pada kuis yang menguji kemampuan kecermatan mereka.
Kuis ini menyediakan serangkaian teks dan email. Pengguna diminta untuk menandai mana pesan asli dan pesan palsu yang berisi penipuan yang bisa orang-orang dapatkan. Kuis tersebut merupakan bagian dari kampanye pemerinta Inggris, "Take Five to Spot Fraud Week," sebagai usaha untuk meningkatkan kesadaran akan risiko yang ditimbulkan dari meningkatnya jumlah kejahatan siber dalam pesan palsu.
Kata kunci dari kampanye ini adalah, 'uang saya? Info saya? Saya tidak berpikir begitu!" dan berharap bisa diingat di benak masyarkaat. Tes online tersebut memberikan skenario berbeda pada pengguna dan menanyakan apakah itu palsu atau tidak.
Misalnya, satu teks diduga berasal dari bank dan meminta penerima pesan untuk mentransfer uang ke akun tertentu. Namun tentunya, bank tidak akan meminta pelanggan mereka untuk melakukan hal tersebut. Skenario lain misalnya, sebuah email masuk agar penerima mengklik sebuah link, yang tentunya menjadi bagian dari kampanye untuk tidak melakukan perintah di email tersebut.
Asosiasi Perdagangan UK Finance menunjukan angka 366,4 juta hilang karena penipuan pada paruh pertama 2017 lalu. Kerucian tersebut bertambah dengan 101,2 juta karena penipuan bank.
"Penjahat menggunakan metode yang sangat canggih, jadi lebih penting unutk orang menyadari bagaimana cara melindungi diri dari kecurangan," papar direktur pelaksana kejahatan ekonomi di UK Finance seperti dilansir dari laman Daily Mail.
"Selama kampanye ini kami ingin menyebarkan pesan bahwa prang selalu mempertanyakan panggilan, pesan atau email untuk meminta data tiba-tiba. Berhenti dan pikirkan sebelum memberikan informasi apapun, tidak peduli seberapa bagus suara orang itu, ingat, ini uang saya? Info saya? Saya tidak berpikir begitu," lanjutnya.
Take Five, perusahaan yang bertanggung jawab untuk kuis tersebut mengatakan, "Banyak orang yang mungkin sudah mengetahui kesalahan dan kecurangan finansial, tidak ada yang harus menghubungi mereka secara tiba-tiba untuk meminta pin atau kata sandi mereka. "Masalahnya, disaat terdesak, seseorang akan mudah melupakan ini," papar perusahaan tersebut.