Jumat 19 Jan 2018 20:18 WIB

Laser Peledak untuk Bersihkan Sampah Luar Angkasa

NASA melaporkan lebih dari 500 ribu puing benda ada di luar angkasa.

Rep: Silvy Dian Setiawan/ Red: Winda Destiana Putri
NASA
Foto: AP
NASA

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Jauh diluar atmosfer Bumi, berputar dengan cepat melintasi ruang yang luas dengan jarak tempuh 17.500 mph atau 28.200 km per jam, merupakan tempat sampah. NASA melaporkan pada 2013 lalu, lebih dari 500 ribu puing benda hasil buatan manusia, yang disebut sebagai sampah luar angkasa dapat mengorbit bumi pada suatu waktu.

Dilansir Livescience, setidaknya terdapat 20 ribu item di tumpukan kepingan sampah luar angkasa tersebut. Sampah tersebut mencakup detritus besar seperti satelit yang sudah tidak berfungsi dan kendaraan peluncur yang sudah ditinggalkan.

Menurut NASA, sampah tersebut secara alami dapat menjadi hambatan besar yang menimbulkan bahaya bagi misi ruang angkasa baru. Hal tersebut juga sama berbahayanya dengan jutaan potongan puing yang sangat kecil bahkan tidak bisa dilacak.

"Bahkan noda cat kecil pun dapat merusak pesawat ruang angkasa saat bepergian dengan kecepatan ini," kata salah satu pejabat NASA.

"Sebenarnya, sejumlah jendela pesawat antariksa telah diganti karena kerusakan yang disebabkan oleh material yang dianalisis dan terbukti sebagai butiran cat," tambah NASA.

Para ilmuwan mengatakan, karena lebih banyaknya misi ruang angkasa akan menimbulkan lebih banyak sampah yang masuk dalam orbit Bumi setiap tahunnya. Oleh sebab itu, untuk membersihkan atmosfer luar Bumi juga semakin dibutuhkan dan harus ditingkatkan.

Peneliti sebelumnya mengusulkan untuk menggunakan magnet, jaring ultrathin dan tombak raksasa ruang angkasa untuk mengatasi masalah sampah luar angkasa tersebut. Namun, cara membersihkan puing-puing terkecil dan jutaan partikel yang lebarnya kurang dari 10 cm, masih menjadi pertanyaan yang sulit dijawab.

Dalam sebuah makalah baru yang diterbitkan dalam jurnal Optik edisi Februari 2018 dari International Journal for Light and Electron Optics, para periset di Universitas Teknik Angkatan Udara di Cina mengajukan sebuah solusi. Solusinya cukup dengan meledakkan sampah menggunakan laser yang terpasang di satelit.

Mereka meneliti beberapa simulasi numerik untuk memodelkan bagaimana jalur orbit dari puing-puing ruang angkasa yang dapat dipengaruhi oleh radiasi dari stasiun laser yang berbasis ruang. Intinya, idenya adalah untuk dapat menurunkan jalur orbit dari puing-puing secukupnya sehingga puing tersebut kembali memasuki atmosfer bumi, sekitar 120 mil atau 200 kilometer di atas permukaan, di mana puing tersebut akan dapat terbakar dengan sendirinya.

Model tersebut menunjukkan, pengukuran orbital yang disebut inklinasi, dapat menggambarkan sudut antara bidang orbit dan ekuator bumi dan dampak kemiringan dan kenaikan yang tepat dari ascending node atau RAAN (right ascension of the ascending node). Di mana hal tersebut nantinya dapat menggambarkan sudut satelit saat melintasi ekuator bumi ketika melewati belahan selatan ke belahan bumi utara, dan hal tersebut terbukti penting untuk penghitungan yang dilakukan.

Berdasarkan model tersebut, pembersihan puing-puing berskala kecil terbukti paling efektif jika ada kecenderungan RAAN dari stasiun laser berbasis ruang, sesuai dengan RAAN dari puing-puing sampah.

Sementara, hasil ini menimbulkan kasus teoretis yang kuat dalam menggunakan laser berbasis ruang sebagai alat pembersihan kosmik yang layak, di mana gagasan penghapusan sampah menggunakan laser bukanlah hal yang baru.

Universe Today melaporkan, kesediaan Cina untuk bereksperimen terhadap pembuangan puing-puing yang cepat, disebabkan negara tersebut dianggap sebagai salah satu pelanggar terburuk dalam hal sampah luar angkasa.

Space.com melaporkan sebelumnya pada 2007, sebuah uji coba rudal antisatelit Cina telah bertanggung jawab atas apa yang dianggap sebagai fragmentasi sampah ruang angkasa paling parah dalam sejarah. Insiden tersebut memuntahkan ribuan potongan baru sampah ke orbit Bumi yang rendah, yang satu di antaranya tampaknya merusak pesawat ruang angkasa Rusia pada 2013.

Advertisement
Berita Lainnya