Kamis 18 Jan 2018 17:09 WIB

Dampak Bagi Netizen Saat Mesin Sensor Internet Beroperasi

Rep: Nora Azizah/ Red: Winda Destiana Putri
Sensor internet
Sensor internet

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Awal 2018 Indonesia mulai mengimplementasi secara penuh penggunaan Mesin Sensor Internet. Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) Republik Indonesia sebelumnya sudah membeli mesin tersebut dengan harga mencapai lebih dari Rp 200 miliar.

Direktur Jenderal Aplikasi Informatika (Dirjen Aptika) Kemkominfo RI Semuel Abrijani Pengarepan menjelaskan, mesin sensor internet yang beroperasi di Indonesia bertujuan untuk mengendalikan konten berbau negatif di tengah masyarakat.

"Sistem ini bekerja mengais konten yang dilarang di Indonesia, sesuai dengan perundangan terkait konten di dalam internet," ujar Semuel beberapa waktu lalu kepada ROL. Beberapa jenis konten yang termasuk dalam pelanggaran, antara lain pornografi, perjudian, perdagangan obat tanpa izin, narkoba, rasikalisme yang mengarah pada terorisme, ujaran kebencian, serta fake news.
 
Semuel mengatakan, ketika sistem menemukan konten dengan unsur tersebut maka akan melakukan verifikasi dan validasi sebelum akhirnya memblokir. Hal tersebut dilakukan sesuai dengan amanat dari Undang-Undang Internet dan Transaksi Elektronik (UU ITE) 2016 Pasal 40 Ayat 2. Indonesia membutuhkan mesin atau robot tersebut karena pertumbuhan konten di dunia internet sangat cepat. 
 
Pemerintah membutuhkan mesin tersebut, yang sebelumnya pekerjaan mengais konten dilakukan secara manual oleh manusia. "Dampak utama secara besar yang dirasakan masyarakat Indonesia tentu akan kesulitan mengakses konten pornografi atau jenis lain yang masuk dalam pelanggaran," jelas Semuel. Sebab, mesin akan jauh lebih cepat mendeteksi konten bermasalah tersebut sehingga jumlah pemblokiran bisa lebih banyak.
 
Dalam proses uji coba sekitar tiga bulan lalu, mesin sensor internet mampu mendeteksi sekitar 120 ribu konten bermasalah dari proses pengaisan terhadap 1,2 juta situs. Angka tersebut sangat jauh lebih banyak dibandingkan cara manual sebelumnya yang dilakukan tenaga manusia. Semuel menjelaskan, proses mengais, verifikasi dan validasi, serta pemblokiran membuat mesin bisa digunakam oleh institusi lain.
 
Tim utama Kemkominfo bekerja sama dengan beberapa institusi lain yang terkait sesuai wewenang yang dimiliki, di antaranya Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI terhadap konten pengedar dan penjualan makanan, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) terkait konten radikal dan terorisme, dan Badan Narkotika Nasional (BNN) terhadap konten pengedaran narkoba dan sejenisnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement