Senin 15 Jan 2018 04:00 WIB

Trypophobia, Keengganan Melihat Sesuatu yang Berlubang

Rep: Dea Alvi Soraya/ Red: Winda Destiana Putri
Bagi penderita trypophobia, bunga lotus ini tampak menakutkan
Foto: Livescience
Bagi penderita trypophobia, bunga lotus ini tampak menakutkan

REPUBLIKA.CO.ID Apakah Anda termasuk orang yang takut saat melihat benda yang meiliki lubang dengan jumlah yang banyak, seperti sarang lebah? ketakutan Anda tersebut, menurut para ilmuan diartikan sebagai Trypophobia yaitu kondisi yang menimbulkan rasa jijik, bukan takut. Menurut penelitian, Trypophobia timbul akibat rasa cemas terhadap penyakit menular dan keengganan melihat benda berlubang seperti halnya melihat benda atau hewan menjijikan seperti kutu.

Trypophobia pertama kali diungkap pada 2005 oleh beberapa psikolog yang telah mendengar pengakuan dari ribuan orang yang mengaku takut pada benda dengan banyak lubang kecil, seperti sarang lebah, sarang semut hingga gelembung kopi. American Psychiatric Association menyebutkan bahwa Trypophobia adalah kebencian yang intens saat melihat lubang dalam pola yang tidak teratur.

Gejala yang dialami pengidap Trypophobia antara lain adalah berdirinya bulu kuduk, rambut yang terasa sakit, dan rasa mual. Seorang psikolog dari Emory University mengungkapkan, Trypophobia lebih mendekati sebuah perasaan jijik dan terganggu ketika melihat benda berlubang yang berada disekitar mereka.

Penelitian tersebut dihubungkan dengan reaksi Trypophobia dengan beberapa sifat spektral visual saat melihat gambar hewan evolusioner seperti ular dan laba-laba. Menurut salah satu mahasiswa yang terlibat dalam penelitian tersebut, Vlandislav Ayzenberg mengatakan, ketakutan yang dialami pengidap Tyrpophobia saat melihat benda dengan banyak lubang, serupa dengan penglihatan saat melihat banyak ular yang membentuk pola melingkar.

Dia menambahkan, bahwa reaksi saat melihat gambar hewan berbahaya dapat menimbulkan reaksi ketakutan yang diukur melalui tingkat detak jantung, naiknya intensitas pernafasan, dan melebarnya pupil. Untuk pengujian lebih lanjut, peneliti mengaitkan ketakutan dengan hewan yang benar-benar berbahaya seperti ular dengan sebuah gambar sarang lebah yang tidak berbahaya. Peneliti menggunakan teknologi eye-tracking yang berfungsi mengukur oerubahan ukuran pupil untuk membedakan tanggapan terhadap subjek yang disajikan, yaitu gambar kelompok lubang, hewan berbahaya, dan gambar netral.

"Hasilnya, gambar binatang yang mengancam dan gambar lubang, keduanya menghasilkan reaksi yang tidak menyenangkan," kata Ayzenberg.

"Temuan kami ini menunjukkan bahwa dasar fisiologis untuk reaksi ini berbeda, meskipun keengganan umum dapat berakar pada sifat visual-spektral yang sama," lanjut dia.

Berbeda dengan respons fight-or-flight, yang mendorong tubuh untuk bertindak, respons parasimpatis memperlambat denyut jantung dan pernapasan dan menyempitkan pupil. Isyarat visual ini memberi sinyal pada tubuh untuk berhati-hati, dan seolah membatasi eksposurnya terhadap sesuatu yang bisa membahayakan dirinya.

Sedangkan dalam sebuah studi lain yang dilakukan para psikolog dari Universitas Kent mencoba membandingkan reaksi 300 pengidap trypophobia dengan 300 mahasiswa yang tidak memiliki penyakit tersebut. Para periset menampulkan 16 gambar yang terdiri dari gejala penyakit, seperti luka cacar, tanda ruam, dan infeksi kulit. Sedangkan sisanya adalah gambar benda mati seperti bibit bunga teratai, batu bata, dan lainnya. Hasil dari penelitian tersebut menyebutkan bahwa kedua kelompok memiliki reaksi yang sama pada gambar penyakit, dan hanya kelompok trypophobia saha yang menunjukkan reaksi tidak menyenangkan saat melihat gambar selain penyakit.

Meskipun hanya sebagian kecil dari 300 pengidap Trypophobia yang menggambarkan perasaan yang berkaitan dengan rasa takut, namun banyak dari mereka yang melaporkan bahwa merasakan sensasi gatal atau berdirinya bulu kuduk, hingga perasaan seolah ada yang serangga melintas di permukaan kulitnya saat dihadapkan dengan gambar benda berlubang banyak. Temuan ini menunjukkan bahwa pengidap trypophobia mengalami jenis keengganan yang sama saat melihat lubang di permukaan batu bata, seperti halnya saat mereka melihat gambar gejala infeksi pada kulit.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement