REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar Keamanan Siber, Pratama Persadha mengatakan, 2018 akan menjadi tahun yang sangat sibuk, tak terkecuali di dunia maya. Situasi Tanah Air bakal menghangat menjelang Pilkada 2018 dan menyongsong Pemilu 2019.
Pemerintah bisa mengantisipasi risiko terburuk dengan terus melakukan edukasi internet aman dan sehat sejak awal.
"Pendekatan hukum pada para pelaku hate speech memang harus terus dilakukan, namun bila langkah itu tidak diimbangi dengan edukasi yang gencar akan sangat sulit mewujudkan suasana yang kondusif di media sosial dan internet pada umumnya," ujar Pratama dalam siaran pers yang diterima Republika.co.id, Selasa (27/12).
Baca juga: Keamanan Siber Ini Bikin Heboh Sepanjang 2017" href="http://trendtek.republika.co.id/berita/trendtek/internet/17/12/27/p1livw414-kasus-keamanan-siber-ini-bikin-heboh-sepanjang-2017" target="_blank">Kasus Keamanan Siber Ini Bikin Heboh Sepanjang 2017
Pratama mengingatkan, situasi politik yang hangat bisa saja memantik saling retas antarkubu. Pemerintah harus serius memikirkan cara mengurangi risiko semacam ini.
Belum lagi ancaman ransomware semacam Wannacry yang kemungkinan besar hadir kembali di tahun 2018.
Wannacry dan Nopetya hanya dua dari ribuan ransomware yang tercuri dari CIA.
"Kita tak pernah tahu kapan dan di mana ransomware lainnya akan mereka deploy. Persiapan terbaik adalah pemerintah menyusun standard operating procedure (SOP) menghadapi serangan ransomware agar tidak cepat meluas ke infrastruktur strategis Tanah Air," jelasnya.
Pratama mengatakan, jika Badan Siber dan Sandi Negara sudah efektif berjalan, seharusnya SOP menghadapi serangan ransomware seperti Wannacry bisa dengan mudah disosialisasikan dan dilaksanakan.