REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Perubahan iklim berpotensi menggerus kadar nutrisi bahan pangan. Penelitian tentang hal ini sudah belangsung selama dua dekade namun baru disadari saat ini. ''Ini cerita 25 tahun lalu, tapi memang baru hangat setahun belakangan,'' kata ahli fisiologi tumbuhan U.S. Agricultural Research Service, Kota Beltsville, Maryland AS, Lewis Ziska seperti dikutip Science News, pekan ini.
Dalam laporannya di Annual Review of Public Health, peneliti dari Harvard University Samuel Myers dan timnya menyatakan, kekurangan nutrisi pada populasi manusia secara global sudah mulai nampak. Lebih dari satu miliar orang kekurangan mineral seng dan memicu kelahiran prematur, terhambatnya tumbuh kembang anak, dan lemahnya imunitas tubuh.
Riset yang dilakukan Myers dan timnya dilakukan dengan membandingkan data nutrisi tanaman pangan pokok yang ditanam terbuka dari tiga benua, terutama yang kadar karbon dioksidanya tinggi. Penelitian mereka juga menemukan terjadinya peningkatan kadar karbon dioksida di titik atmosfer dari 363-386 ppm menjadi 546-584 ppm.
Berkurangnya kadar mineral seng pada gandum dan padi bisa menbuat penderita malnutrisi meningkat dari 150 juta orang menjadi 200 juta orang. Pun berkurangnya kadar zat besi dalam biji-bijian dan kacang-kacangan mengancam 1,4 miliar anak-anak dan wanita usia produktif.
Riset mereka juga mencatat, kadar protein dalam gandum dan padi juga teracam berkurang hingga delapan persen. Hal ini membuat 1,4 miliar orang terancam kekurangan protein pada 2050.
Penelitian lain yang dilakukan tim dari Jonah Ventures, Boulder, Colorado AS menemukan, tiap kilogram tumbuhan yang dimakan hewan ternak pada 2015, memiliki kadar protein 10,6 persen lebih rendah dibanding 22 tahun lalu. Kehilangan protein itu setara 1,9 miliar dolar AS untuk menyediakan pangan berbahan kedelai.