REPUBLIKA.CO.ID, Kadar karbon dioksida mengalami peningkatan tertinggi dalam 800 ribu tahun terakhir pada tahun lalu. Konsentrasi rata-rata karbon dioksida secara global telah mencapai 403,3 ppm pada 2016.
Menurut laporan, rasio peningkatan karbon dioksida di udara selama 70 tahun terakhir ini 100 kali lebih tinggi dibandingkan periode akhir pada zaman es terakhir. Jumlah karbon dioksida di udara saat ini sudah mencapai 145 persen dari pre-1750 level.
"Perubahan mendadak kadar CO2 di udara seperti ini belum pernah terlihat sebelumnya," terang pernyataan resmi dalam Greenhouse Gas Bulletin dari World Meteorological Organization (WMO), seperti dilansir Mashable.
"Generasi di masa depat akan mendapatkan warisan sebuah planet yang semakin tak layak ditinggali," ungkap Sekretaris Jendral WMO Petteri Taalas.
Menurut hukum fisika, lanjut Taalas, manusia akan dihadapkan pada iklim yang lebih panas dan ekstrem di masa depan. Di sisi lain, saat ini belum ada 'sihir' yang mampu membuang karbon dioksida dari atmosfer.
Peneliti menemukan bahwa berbagai indikator penentu iklim Bumi sudah semakin mengarah pada perubahan iklim yang diramalkan. Beberapa indikator tersebut adalah kadar karbon dioksida, ketinggian samudera serta keberadaan lapisan es di lautan.
Peneliti juga mengungkapkan bahwa Bumi pernah memiliki kadar karbon dioksida setinggi saat ini sekitar 3-5 juta tahun yang lalu. Pada waktu itu, suhu rata-rata Bumi adalah 2-3 derajat Celcius. Sedangan lautan memiliki ketinggian 20 meter lebih tinggi dari pada saat ini. Saat itu, seluruh lapisan es di Greenland dan Antartika Barat serta sebagian lapisan es di Antartika Timur mencair.
Tanpa adanya pengurangan karbon dioksida dan emisi gas rumah kaca lainnya, Bumi akan dihadapkan pada risiko yang cukup mengkhawatirkan. Salah satunya adalah risiko peningkatan temperatur udara yang berbahaya pada akhir abad ini.
Jika hal-hal tersebut terulang kembali saat ini, kota-kota pesisir di seluruh dunia tak akan bisa ditinggali lagi. Sebagian besar area di Florida akan hilang ditelan lautan. Di samping itu, gelombang panas ekstrim juga akan menjadi hal yang 'biasa' terjadi di setiap musim panas.
"Angka tidak berbohong. Kita masih menghasilkan emisi yang terlalu banyak, dan ini harus diubah," kata Kepala Program Lingkungan PBB Erik Solheim.
Para negosiator iklim PBB telah mengadakan pertemuan pada 7 November silam di Bonn untuk meluruskan beberapa aturan dalam Persetujuan Paris. Dalam pertemuan ini, mereka juga akan memperkuat komitmen pengurangan emisi. Meski pada Juni lalu Presiden AS Donald Trump menyatkan keluar dari perjanjian, AS tetap akan mengirimkan delegasi. Semua negara di dunia, kecuali Suriah dan AS sudah berniat untuk menerapkan Persetujuan Paris.
Advertisement