REPUBLIKA.CO.ID, PADANG - Obrolan santai dengan Komandan KRI Bima Suci Letkol Laut (P) Widiyatmoko Baruno Aji, mengalir begitu saja di sepanjang perjalanan menuju Pelabuhan Teluk Bayur, Padang, Sumatra Barat. Bersama Republika.co.id, Baruno baru saja berburu rendang, kuliner khas Tanah Minang untuk diboyong ke pemberhentian berikutnya: Jakarta.
Bahagia baginya sesederhana ini: membeli empat plastik rendang untuk keluarga dan rekan kerja. Jadwalnya selama 'menepi' di Padang memang singkat. Konsekuensinya, ia harus memanfaatkan waktu sebaik-baiknya untuk bisa berburu oleh-oleh.
Baruno adalah Komandan KRI Bima Suci, kapal latih generasi kedua setelah KRI Dewa Ruci yang legendaris. Uniknya, dia sebelumnya juga mengemban amanat sebagai Komandan KRI Dewa Ruci. Begitu 'Sang Adik' lahir, ia diperintahkan untuk berpindah kapal.
Baruno memimpin pelayaran perdana KRI Bima Suci dari pabriknya di Vigo, Spanyol sejak 18 September 2017 lalu menuju Indonesia. Kota Padang menjadi persinggahan pertama bagi kapal latih yang membawa 119 taruna-taruni, 66 prajurit, dan 4 teknisi asing yang diboyong langsung dari produsen kapal. Kamis (9/11) siang, Republika.co.id mendapat kesempatan untuk melakukan tur singkat di atas kapal.
Awalnya, wawancara dengan Sang Komandan hendak dilakukan di atas KRI Bima Suci yang makin 'kinclong' lantaran dicat ulang. Namun di tengah obrolan, Baruno tiba-tiba melontarkan pertanyaan. "Kalian tahu penjual rendang yang bisa diplastik terus dibawa pulang?" tanya Baruno kepada Republika.co.id dan seorang lagi pewarta yang menetap di Padang.
Seorang kawan yang memang 'produk asli' Minang, akhirnya menyarankan untuk menuju ke sebuah dapur pembuat rendang tak jauh dari Teluk Bayur. Spontan, Baruno mengajak kami berkendara untuk berburu rendang.
Di perjalanan pulang menuju Dermaga 4 Teluk Bayur itu lah wawancara dengan Baruno akhirnya bisa dilakukan. Apalagi, segera setelah tiba di kapal ia harus segera bergegas melakukan pertemuan dengan pejabat TNI AL dan disambung dengan jamuan bersama Gubernur Sumatra Barat. Berlabuh di Padang baginya memiliki definisi lain: kesibukan yang tak henti. "Boleh wawancara di mobil saja," katanya singkat.
Baruno kemudian menceritakan kecanggihan KRI Bima Suci, sang adik dari KRI Dewa Ruci yang sudah berlayar sejak 1953 silam. Memiliki selisih usia yang cukup jauh dengan pendahulunya, KRI Bima Suci memiliki berbagai fitur yang canggih dan paling kekinian. Ia menjelaskan bahwa KRI Bima Suci memang didesain sebagai kapal race atau kapal balap. Meski memiliki mesin sebagai penggerak kapal, KRI Bima Suci mengutamakan layar sebagai pendorong laju.
Bahkan, kecepatan laju kapal akan lebih cepat dengan tenaga angin dibanding mesin. Baruno mengungkapkan bahwa kapal mampu melaju hingga 15 knot dengan seluruh layar direntangkan. Sedangkan dengan mesin buatan Jerman, KRI Bima Suci mampu melaju hingga 12 knot dengan bahan bakar irit.
"Jadi didesain untuk bisa melaju cepat dengan layar dan manfaatkan angin," katanya.
Keunggulan lainnya adalah kemampuan perangkat kapal untuk mengubah air laut menjadi air tawar. Hal ini menguntungkan bagi kapal sehingga tak akan kekurangan pasokan air. KRI Bima Suci juga dilengkapi perangkat multimedia yang didukung oleh sambungan langsung ke satelit. Fasilitas ini memudahkan KRI Bima Suci untuk melakukan komunikasi dengan Mabesal, Mabes TNI, atau Armada Timur. Dibanding KRI Dewa Ruci, KRI Bima Suci juga memiliki fasilitas ruang kelas yang lebih canggih.
"Paparan bahan ajar seperti slide atau penyampaian pelajaran bagi taruna menggunakan multimeda yang lebih canggih," katanya.
Kecanggihan lainnya yang dimiliki KRI Bima Suci adalah fasilitas pengolahan sampah yang canggih. Sampah organik akan diolah menjadi cairan yang ramah lingkungan. Sementara untuk sampah non-organik, kapal canggih ini juga dilengkapi alat untuk menghancurkan sampah.
Berbagai fasilitas yang lebih canggih tentu membuat seluruh penghuni kapal lebih nyaman. Lantas bagi Baruno yang pernah menjajal mengarungi samudra dengan KRI Dewa Ruci dan KRI Bima Suci, mana yang lebih nyaman?
"Sama saja ya. Namun tanggung jawab lebih berat Bima Suci karena bawa taruna lebih banyak dan peralatan yang lebih canggih dan lebih mahal," ujar dia.