REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Berita bohong atau hoaks kini banyak bersliweran ditemui sehari-hari. Media sosial dan grup Whatsapp menjadi salah satu media yang digunakan untuk menyebarkan berita hoaks.
Inisiator Masyarakat Anti-Fitnah Indonesia (MAFINDO) dan Ketua Masyarakat Indonesia Anti hoax Septiaji Eko Nugroho memberikan tips agar masyarakat tidak terjebak dengan berita hoaks. Hal itu disampaikannya dalam acara 'Literasi Cerdas Bermedia Sosial' yang digagas Mudamudigital di Kota Bandar Lampung, (3/11).
Mudamudigital, Literasi Digital Cegah Penyebaran Hoax
Hati-hati dengan judul provokatif
Berita hoax seringkali menggunakan judul sensasional yang provokatif, misalnya dengan langsung menudingkan jari ke pihak tertentu. Isinya pun bisa diambil dari berita media resmi, hanya saja diubah-ubah agar menimbulkan persepsi sesuai yang dikehendaki sang pembuat hoaks.
Cermati alamat situs
Untuk informasi yang diperoleh dari website atau mencantumkan link, cermatilah alamat URL situs dimaksud. Berita yang berasal dari situs media yang sudah terverifikasi Dewan Pers akan lebih mudah diminta pertanggungjawabannya.
Menurut catatan Dewan Pers, di Indonesia terdapat sekitar 43 ribu situs di Indonesia yang mengklaim sebagai portal berita. Dari jumlah tersebut, yang sudah terverifikasi sebagai situs berita resmi tak sampai 300. Artinya terdapat setidaknya puluhan ribu situs yang berpotensi menyebarkan berita palsu di internet yang mesti diwaspadai.
Periksa fakta
Perhatikan dari mana berita berasal dan siapa sumbernya? Apakah dari institusi resmi seperti KPK atau Polri? Perhatikan keberimbangan sumber berita. Jika hanya ada satu sumber, pembaca tidak bisa mendapatkan gambaran yang utuh.
Hal lain yang perlu diamati adalah perbedaan antara berita yang dibuat berdasarkan fakta dan opini. Fakta adalah peristiwa yang terjadi dengan kesaksian dan bukti, sementara opini adalah pendapat dan kesan dari penulis berita, sehingga memiliki kecenderungan untuk bersifat subyektif.
Cek keaslian foto
Di era teknologi digital saat ini , bukan hanya konten berupa teks yang bisa.
dimanipulasi, melainkan juga konten lain berupa foto atau video. Ada kalanya pembuat berita palsu juga mengedit foto untuk memprovokasi pembaca.
Cara untuk mengecek keaslian foto bisa dengan memanfaatkan mesin pencari Google, yakni dengan melakukan drag-and-drop ke kolom pencarian Google Images. Hasil pencarian akan menyajikan gambar-gambar serupa yang terdapat di internet sehingga bisa dibandingkan.
Ikut serta grup diskusi anti-hoax
Di Facebook terdapat sejumlah fanpage dan grup diskusi anti-hoax, misalnya Forum Anti Fitnah, Hasut, dan Hoax (FAFHH), Fanpage & Group Indonesian Hoax Buster, Fanpage Indonesian Hoaxes, dan Grup Sekoci.
Di grup-grup diskusi ini, warganet bisa ikut bertanya apakah suatu informasi merupakan hoax atau bukan, sekaligus melihat klarifikasi yang sudah diberikan oleh orang lain. Semua anggota bisa ikut berkontribusi sehingga grup berfungsi layaknya crowdsourcing yang memanfaatkan tenaga banyak orang.
Apabila masih kurang? Tips dari The Washington Post di bawah ini bisa juga dijadikan sebagai pelajaran:
1. Banyak orang sebenarnya tidak membaca konten yang mereka bagikan. Mereka hanya membaca judulnya. Untuk mencegah Anda sendiri menjadi penyebar hoaks, hilangkanlah kebiasaan membagikan konten tanpa membaca isinya secara menyeluruh.
2. Orang sering tidak mempertimbangkan legitimasi sumber berita
Situs berita hoax bisa muncul tiap saat, tetapi kita sebenarnya bisa menghindari jebakannya dengan bersikap lebih hati-hati melihat sebuah situs. Sikap hati-hati ini juga berlaku bagi narasumber yang mereka kutip, minimal dengan mencari referensi lanjutan di Google atau situs lain yang sudah terpercaya.
3. Orang cenderung mudah kena bias konfirmasi
Orang punya kecenderungan untuk menyukai konten yang memperkuat kepercayaan atau ideologi diri atau kelompoknya. Hal ini membuat kita rentan membagikan konten yang sesuai dengan pandangan kita, sekalipun konten tersebut hoax. Jika Anda membaca berita yang betul-betul secara sempurna mengukuhkan keyakinan Anda, Anda harus lebih berhati-hati dan tidak buru-buru memencet tombol Share.
4. Orang mengukur legitimasi konten dari berita terkait
Sebuah berita belum tentu bukan hoax hanya karena Anda melihat konten terkait di media sosial. Jangan buru-buru menyimpulkan lalu ikut membagikannya. Kadang-kadang, hoax memang diolah dari berita media terpercaya, hanya saja isinya sudah diplintir.
5. Makin sering orang melihat sebuah konten, makin mudah mereka mempercayainya
Hanya karena banyak teman-teman Anda share berita tertentu, bukan berarti berita tersebut pasti benar. Alih-alih langsung mempercayai dan membagikannya, Anda bisa mencegah ikut ramai-ramai termakan hoax dengan melakukan pengecekan lebih lanjut.