Sabtu 04 Nov 2017 17:34 WIB

Pakar Biologi Percaya Pohon Bisa Berbicara

Rep: Shelbi Asrianti/ Red: Didi Purwadi
Pepohonan di sebuah hutan.
Foto: EPA-EFE/Zurab Kurtsikidze
Pepohonan di sebuah hutan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Para ilmuwan percaya manusia bisa mempelajari bahasa yang digunakan pepohonan di seantero hutan. Bisikan pucuk pinus, cabang yang berderak, dan gesekan daun merupakan bahasa pepohonan yang memiliki arti tertentu.

Pakar ekologi asal Kanada, Suzanne Simard, menghabiskan 30 tahun mempelajari hutan dan meneliti bahasa pohon. Ia membuat video Ted Talk bertajuk "Bagaimana Pohon Berbicara dengan Satu Sama Lain" yang sudah ditonton 2,5 juta kali sejak diunggah Juni 2016.

Penelitiannya menguak jaringan akar yang luas di bawah tanah untuk memindahkan air, karbon, dan nutrisi di antara pohon beragam spesies. Jaringan simbiotik kompleks ini serupa jaringan saraf manusia, bahkan memiliki beberapa induk yang mengelola arus informasi, saling terkait untuk bertahan hidup.

"Saya ingin mengubah cara berpikir seseorang tentang hutan. Ada dunia lain di bawah tanah, dunia jalur biologis tak terbatas yang menghubungkan pohon dan memungkinkan mereka berkomunikasi, membuat hutan menjadi organisme tunggal," ujarnya.

Pengajar di Universitas British Columbia di Vancouver, Kanada, itu menjelaskan, pohon bertukar bahan kimia dengan jamur dan mengirim benih atau paket informasi dengan organisme lain di atas tanah. Ia berpendapat bahwa pertukaran itu termasuk bentuk komunikasi dan wujud kerja sama antarspesies.

Sementara pakar kehutanan Jerman, Peter Wohlleben, menyoroti aspek lain dari pepohonan, yaitu kehidupan sosial kompleks yang mereka miliki. Penulis buku The Hidden Life of Trees itu percaya bahwa pohon, seperti manusia, memiliki kehidupan keluarga dan bertetangga selain hubungan dengan spesies lain.

"Awalnya saya mengira pepohonan saling bersaing satu sama lain untuk mendapatkan air, cahaya, dan ruang. Sebaliknya, pohon justru punya kecenderungan untuk menjaga agar setiap anggota masyarakatnya tetap hidup," kata Wohlleben, dikutip dari laman Quartz

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement