REPUBLIKA.CO.ID, Kopi adalah komoditas yang paling banyak diperdagangkan di dunia setelah minyak bumi. Biji kopi ditanam di lebih dari 60 negara dan memberikan lapangan pekerjaan bagi 25 juta keluarga di seluruh dunia.
Brazil sejauh ini adalah produsen terbesar kopi, diikuti oleh Vietnam dan Kolombia. Tahun 2017 diprediksi sebagai rekor bagi produksi kopi secara global. Karena dunia kemungkinan akan memproduksi lebih dari 153 juta kopi setebal 60 kilogram.
Masa depan kopi kemungkinan akan suram. Namun sampai saat ini belum ada tanaman lain yang bisa menjadi pengganti kopi. Pola produksi telah sedikit bergeser selama beberapa tahun terakhir.
Dilansir laman Dailymail, dengan curah hujan yang baik di Brasil dan pola cuaca yang menguntungkan di wilayah lain di dunia, alam sejauh ini telah menyelamatkan petani kopi. Namun keberuntungan mereka tak akan bertahan selamanya.
Kopi adalah bisnis yang menjanjikan dan berskala raksasa. Pada sektor hulu, kopi bernilai lebih dari 100 miliar dolar AS. Di sektor ritel, industri kopi bernilai 10 miliar dolar AS.
Tapi ada konsensus yang berkembang di antara para ahli bahwa perubahan iklim akan sangat memengaruhi panen kopi selama 80 tahun ke depan. Pada tahun 2100, lebih dari 50 persen lahan yang digunakan untuk menanam kopi tidak akan subur lagi.
Salah satu negara yang sangat terpengaruh adalah Ethiopia. Kombinasi efek, akibat suhu yang lebih tinggi dan pola curah hujan yang bergeser, akan membuat lahan dimana kopi saat ini tumbuh tidak sesuai lagi dengan pola produksinya. Ethiopia, sebagai produsen kopi terbesar keenam di dunia, diprediksi bisa kehilangan lebih dari 60 persen produksinya pada tahun 2050.
Menurut National Academy of Science, di Amerika Latin saja, lebih dari 90 persen lahan yang digunakan untuk produksi kopi terancam oleh perubahan iklim tersebut. Karena kondisi iklim menjadi kritis, jutaan petani berisiko kehilangan mata pencahariannya dan kapasitas produksi akan terancam.
Kontributor potensial lainnya untuk menyebabkan kejatuhan ini adalah hama dan penyakit. Dengan perubahan iklim, pengelolaan hama dan pengendalian penyakit merupakan masalah serius bagi petani yang tidak mampu melindungi tanaman mereka.
Lebih dari 80 persen mata rantai dalam produksi kopi adalah petani. Hama dan penyakit akan bermigrasi ke daerah di mana suhunya cukup untuk bertahan hidup, yakni suhu yang lebih hangat. Dan sebagian besar petani tidak akan siap akan hal itu. Banyak orang yang akan memilih menanam tanaman lain yang kurang rentan terhadap perubahan iklim.
Orang lain mungkin berusaha meningkatkan produksi kopi mereka, namun kualitasnya hampir pasti akan terganggu. Suhu yang lebih tinggi akan memengaruhi kualitas kopi. Kopi berkualitas tinggi mungkin masih bisa ditanam di wilayah dengan suhu yang tinggi, yang memungkinkan biji kopi matang pada waktu yang tepat.
Biji kopi yang berkualitas mungkin menjadi lebih sulit didapat di masa depan. Perang kopi yang akan kita saksikan bukan hanya tentang mendapatkan pangsa pasar dan membuat konsumen terpikat. Namun juga tentang bagaimana kita berhubungan dengan tanaman yang dikepung oleh perubahan iklim.
Sembari melawan perubahan iklim, kita dipaksa untuk mengubah hubungan kita dengan kopi. Karena negara penghasil kopi saat ini berusaha mengembangkan metode ramah lingkungan dan pembangunan berkelanjutan.
Kanada bisa menjadi negara berikutnya di mana kopi benar-benar tumbuh dari tanah mereka. Bukan hanya tinggal dipanggang dan disajikan. Dalam dekade berikutnya, dengan perubahan iklim dan teknologi baru, mungkin menghasilkan biji kopi akan layak dilakukan di Kanada.
Lagi pula, jika Elon Musk mengira kita bisa mulai menjajah Mars pada tahun 2022, mengapa kita tidak bisa menanam kopi di Kanada? Jadi kalau ada pedagang kopi yang menawarkan kopi gratis, ambillah. Karena tak lama lagi kopi bisa menjadi barang mewah.