REPUBLIKA.CO.ID, Saat ini, latihan mengasah kesadaran diri penuh (mindfulness) dan meditasi telah menjadi tren di antara para pemerhati kesehatan. Praktik mindfulness dan meditasi menjadi tren karena dinilai dapat menunjang kesehatan fisik dan juga mental.
Di tengah popularitas ini, tim peneliti dari University of Melbourne mencoba mencari tahu kaitan antara praktik mindfulness dan meditasi terhadap masalah kesehatan mental seperti stres dan depresi. Tim peneliti yang terdiri atas 15 orang ahli ini juga mencoba menganalisa kaitan antara praktik mindfulness dan meditasi dengan kecanduan dan rasa nyeri.
Dari beragam uji klinis yang dilakukan, sebanyak 70 persen di antaranya tidak mampu membuktikan bahwa praktik mindfulness dan meditasi dapat mengatasi masalah-masalah tersebut. Melalui jurnal Perspectives and Psychological Science, tim peneliti menilai praktik mindfulness dipromosikan dengan klaim manfaat yang berlebihan. Tak jarang, praktik mindfulness digadang dapat memberi manfaat bagi semua orang dengan kondisi yang berbeda-beda.
"Tanpa banyak kewaspadaan atau modifiksi yang disesuaikan dengan kondisi secara spesifik, kriteria pelatihan instruktur dan ilmu dasar seputar mekanisme dari aksi yang dilakukan," terang salah satu peneliti sekaligus asisten profesor di bidang psikiatri dan perilaku dari Warren Alpert Medical School of Brown University, Willoughby Britton, seperti dilansir Mail Online.
Ketua tim peneliti sekaligus psikolog klinis dari University of Melbourne, Nicholas Van Dam, mengungkapkan bahwa tujuan penelitian ini bukan bermaksud untuk meremehkan praktik mindfulness dan meditasi. Van Dam mengatakan penelitian ini hanya bermaksud untuk memastikan bahwa manfaat praktik mindfulness dan meditasi terhadap kesehatan fisik maupun mental benar-benar diperkuat dengan bukti ilmiah.
"Kami berpikir bahwa praktik-praktk ini dapat membantu orang-orang. Akan tetapi, bukti nyatayang harusnya sejalan dengan pengembangan dan penerapan praktik-praktik ini masih belum ada," kata Van Dam.
Hasil analisis menunjukkan bahwa hanya 30 persen dari intervensi berbasis mindfulness yang lulus dalam tahap pertama uji klinis. Di sisi lain, tim peneliti menilai studi mereka memerlukan penelitian lebih lanjut agar hasil penelitian yang dihadirkan lebih akurat.
Untuk saat ini, tim peneliti berharap agar praktik mindfulness dan meditasi tak dipromosikan dengan klaim manfaat yang berlebihan. Dengan begitu, masyarakat tak akan salah paham dan menyangka bahwa praktik mindfulness dan meditasi merupakan cara yang efektif untuk memperbaiki masalah kesehatan mental maupun fisik.
"Kami menyarankan agar penelitian terhadap mindfulness di masa mendatang berfokus pada kerja tubuh untuk menjelaskan perubahan bilogis, emosional, kognitif, perilaku dan sosial, termasuk fungsi mental dan fisik, yang disebabkan oleh latihan mindfulness," ujar tim peneliti.