Rabu 11 Oct 2017 13:14 WIB

Mahasiswi ITB Ciptakan Alat Pengolah Air Laut yang Tercemar

Rep: Zuli Istiqomah/ Red: Winda Destiana Putri
Air. Ilustrasi
Foto: Sciencealert
Air. Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Dua Mahasiswi ITBVania E. Krisnandika dan Mey Shelly Rikin berhasil membuat alat pengolah air tercemar menjadi air bersih. Alat yang diberi nama Distilasi Membran ini mampu mengolah air laut yang tercemar menjadi bersih.

Karya ciptaannya ini terinspirasi dari masyarakat di pesisir pantai yang kerap kesulitan mendapatkan air bersih lantaran air pantainya sering tercemar. Menurut kedua mahasiswa program studi Teknik Kimia tersebut, alat ini bisa mengubah air laut yang tercemar atau kotor menjadi air bersih. Dengan pembuatan alat yang terbilang sederhana.

Vania menuturkan, jika umumnya alat pengolah air menjadi bersih menggunakan teknologirefuse osmosis, namun tidak dengan alat mereka. Seperti diketahui, alatrefuse osmosis, menurut Vania memiliki kendala tersendiri. Selain cara pembuatannya yang cukup ribet, komponen alat-alatnya pun terbilang mahal. Tak hanya itu, padarefuse osmosis, dibutuhkan kondisi temperatur dan tekanan yang tinggi. Hal tersebut dinilai akan menyulitkan warga biasa untuk membuat alat semacam ini.

"Lain dengan alat yang kami buat yakni alat pembersih air dengan teknologi Distilasi Membran. Pada alat ini, komponen yang dibutuhkan pun mudah didapatkan secara umum, cara pembuatannya sederhana, harga komponennya tidak terlalu mahal, dan tidak membutuhkan temperatur atau tekanan yang tinggi," kata Vania seperti dalam siaran pers ITB.

Oleh karena alat yang sederhana, maka setiap rumah pun bisa membuatnya secara pribadi. Alat ini akan sangat bermanfaat membantu masyarakat pesisir pantai mendapatkan air bersih.

Ia menambahkan, alat ini memiliki desain yang sederhana sehingga mudah dibuat. Selain itu, kapasitas air bersih yang bisa dihasilkan melalui alat ini sekitar 220 liter per hari. "Sehingga setiap rumah tangga biasa pun bisa dengan mudah membuatnya, ujarnya.

Alat ini juga diikutsertakan dalam sebuah kompetisi tahunan bergengsi yakni Lomba Karya Tulis Ilmiah Nasional, Chemical Engineering in Action (CHAIN), yang berlangsung pada 14-17 September 2017 lalu, di Universitas Syiah Kuala Aceh. Dalam kompetisi yang baru diikutinya pertama kali ini, Vania dan rekannya Mey mengaku bahwa sempat bingung ini membuat inovasi semacam apa.

"Dari beberapa tema spesifik, kami mengambil tema green technology, karena ini berkaitan dengan lingkungan juga," ujarnya.

Sekitar 60 tim berlaga dalam kompetisi tersebut. Untuk sampai pada akhirnya menjuarai kompetisi ini, Vania dan Mey berhasil melewati beberapa tahapan seleksi, mulai dari seleksi akstrak, seleksi karya tulis ilmiahnya, hingga presentasi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement