Senin 09 Oct 2017 14:55 WIB

Kemenkominfo Siapkan Crawling Hilangkan Konten Negatif

Rep: Debbie Sutrisno/ Red: Winda Destiana Putri
Internet. Ilustrasi
Foto: Foxnews
Internet. Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) memperbaharui sistem untuk menangani penyebaran konten negatif yang semakin banyak. Jika sebelumnya Kemenkominfo lebih banyak mengandalkan cara manual untuk menghapus konten negatif, sekarang pencarian konten ini akan menggunakan mesin dengan sistem crawling.

Direktur Jenderal (Dirjen) Aplikasi Informatika Kemenkominfo Semuel Abrijani Pangarepan mengatakan, selama ini sistem manual bukannya tidak bisa menghapus berbagai konten negatif seperti pornografi, terorisme, perbudakan, atau konten lainnya di media sosial. Namun cara tersebut kurang ampuh karena konten negatif yang bisa diakses masyarakat Indonesia sangat banyak.

"Sistem ini nantinya akan membaca konten apa saja yang bisa diakses oleh pengguna internet dan kemudian memberikan report untuk nantinya dianalisis kembali," kata Semuel dalam konferensi pers dikantornya, Senin (9/10).

Semuel mencontohkan, sejauh ini Kemenkominfo secara manual baru bisa menghilangkan 700 ribu konten pornografi. Angka ini masih jauh dari 28-30 juta konten pornongrafi yang bisa diakses oleh masyarakat menggunakan internet. Dengan menggunakan sistem ini maka konten pornografi bisa lebih cepat terdeteksi sehingga bisa segera dihilangkan atau diblokir agar tidak bisa diakses masyarakat.

Menurutnya, meski mesin pencari ini bisa memperlihatkan situs mana saja yang memiliki konten negatif, tapi sistem ini tidak bisa langsung menghapus atau memblokir. Data yang dihasilkan akan masuk ke tim analisa terlebih dahulu. Jika situs yang dihasilkan dari sistem tervalidasi memiliki konten negatif barulah situs tersebut akan dikoordinasikan dengan semua operator penyedia layanan internet untuk segera dihapuskan.

Semuel menuturkan, Indonesia memang memerlukan anggaran cukup besar untuk membangun sistem crawling dengan mesin canggih. Sebab situs yang beredar di Indonesia masih didominasi oleh situs dari luar. Berbeda dengan Cina yang mayoritas merupakan situs dalam negeri, bahkan mencapai 90 persen, dan 10 persen baru situs dari luar.

"Kalau di Cina lebih gampang karena mayoritas situs yang digunakan adalah konten dalam negeri. Kalau kita lebh banyak dari luar," ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement