REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah Jerman membuat sebuah hukum baru yang terbilang cukup kontroversial. Hukum atau peraturan tersebut berkaitan dengan pidato dengan unsur kebencian yang diunggah di dalam platform internet pada 1 Oktober 2017 lalu.
Langkah progresif Pemerintah Jerman memerangi masalah tersebut akan berbuntut penyensoran berlebihan untuk platform internet. Dilansir melalui Quartz, akhir pekan ini, undang-undang baru dari pemerintah Jerman akan memberikan sanksi bagi sejumlah platform media sosial, seperti Facebook, Twitter, dan Youtube apabila memuat konten berbumbu kebencian.
Kemudian bila platform tidak segera menghapus konten tersebut, maka akan masuk dalam kode kriminal sesuai dengan definisi hukum. Penghapusan konten akan berlaku dalam waktu 24 jam.
Namun platform akan diberikan waktu selama satu pekan untuk memutuskan konten yang termasuk dalam kategori kebencian. Jika konten sudah secara jelas memuat unsur kebencian dan tidak dihapus selama 24 jam, maka bisa dikenakan denda sekitar 59 juta dollar AS.
Harapan Jerman terhadap hukum media sosial, yakni membuat prospek memaksa para raksasa di bidang tersebut untuk bertanggung jawab. Menteri Kehakiman Jerman Heiko Mass mengatakan, platform online tidak mengambil tindakan yang memadai terhadap permasalahan konten mengandung unsur kebencian.
"Pengalaman kami dengan jelas menunjukkan bahwa tanpa tekanan politik maka jaringan sosial tidak bisa membawa pergerakan," jelas Mass. Meski pemerintah Jerman sudah menyuarakan undang-undang tersebut, respons dari beberapa profesi yang menyuarakan kebebasan berbicara cenderung kontra.
Beberapa wartawan, pengacara, dan organisasi pendukung kebebasan berbicara prihatin terhadap undang-undang tersebut. Demi menghindari denda para pengguna Facebook akan berhati-hati dalam memberikan komentar, termasuk yang tidak ilegal.
Para pengguna media sosial juga khawatir ketika platform sudah dikendalikan polisi. Hal tersebut secara efektif akan menutup hak rakyat dalam memberikan pendapat dan kebebasan berbicara di Jerman.