Sabtu 07 Oct 2017 04:40 WIB

Mitos dan Fakta Seputar Gula

Rep: Dwina Agustin/ Red: Winda Destiana Putri
Gula
Foto: pixabay
Gula

REPUBLIKA.CO.ID, Gula menjadi musuh bersama semenjak menjadi penyumbang obesitas di dunia. Melalui pelbagai ketakutan akan gula, maka bermunculan seputar fakta dan mitos di sekelilingnya.

Memang, mengonsumsi gula menjadi media menuju pelbagai penyakit, seperti penyakit hati hingga diabetes. Akhirnya keberadaan gula ditentang habis-habisan, padahal, tubuh manusia pun masih membutuhkannya.

"Kita semua membutuhkan gula. Ini adalah blok bangunan dasar dari apa yang menjalankan tubuh kita, dan, sebenarnya, itu perlu," kata Ahli jantung di Columbia Presbyterian Hospital di New York Jennifer Haythe dikutip dari Sciencealert.

Untuk memahami tentang gula, berikut ini mitos dan fakta yang bisa mencerahkan Anda.

MITOS: Beberapa jenis gula lebih baik untuk Anda daripada yang lain.

FAKTA: Semua 'jenis' gula memiliki efek yang sama pada tubuh Anda.

"Ada gagasan bahwa ada berbagai jenis gula, tapi itu mitos. Gula merah, gula putih, madu semuanya akhirnya dipecah menjadi hal yang sama, glukosa. Semua bentuk gula adalah karbohidrat yang bisa digunakan sebagai glukosa," ujar Haythe.

MITOS: Gula membuat anak hiperaktif.

FAKTA: Tidak ada yang namanya gula tinggi.

"Gagasan gula membuat anak hiperaktif adalah salah satu mitos paling lucu tentang gula di luar sana," kata Haythe.

Berbagai penelitian ilmiah selama bertahun-tahun telah menentukan bahwa sebenarnya tidak ada hubungan langsung antara makan gula dan hiperaktif. Sebuah makalah penelitian yang diterbitkan oleh Kepala Pediatrik Perkembangan dan Perilaku di Pusat Ilmu Kesehatan Universitas Oklahoma Mark Wolraich  menyimpulkan, jika gula tampaknya tidak memengaruhi perilaku pada anak-anak.

MITOS: Gula sama adiktifnya seperti obat keras.

FAKTA: Tidak ada bukti pasti gula itu adiktif.

"Tidak ada bukti gula dapat bertindak sebagai adikitif obat," kata Haythe.

Ada beberapa penelitian yang saling bertentangan mengenai masalah kecanduan gula. Satu studi Prancis yang diterbitkan pada 2013 menyatakan jika keinginan mengonsumsi permen sangat berpengaruh pada pusat otak seperti pengaruh obat adiktif. Studi tersebut menyimpulkan gula bahkan bisa lebih adiktif daripada kokain.

Tapi, para dokter dan peneliti lain mengkaji temuan penelitian tersebut, yang menyatakan seseorang hanya melihat perilaku seperti kecanduan pada hewan pengerat saat hewan tersebut dilarang makan gula untuk jangka waktu tertentu setiap hari. Bila subjek uji diperbolehkan makan gula kapanpun mereka mau seperti manusia sifat adiktifnya lenyap.

MITOS: Makan terlalu banyak gula menyebabkan diabetes.

FAKTA: Diabetes disebabkan oleh gabungan genetika dan faktor lingkungan, namun makanan bergula tidak bisa langsung menyebabkannya.

"Mengonsumsi gula tidak menyebabkan diabetes, ini adalah masalah rumit yang melibatkan pankreas dan metabolisme Anda," kata Haythe.

Haythe menjelaskan, bila seseorang menderita diabetes, dia tidak menghasilkan insulin yang cukup. Insulin membantu glukosa terserap ke dalam aliran darah dan hati sebagai energi yang dapat digunakan.

Seseorang lebih mungkin terkena diabetes, menurut  National Institute of Diabetes and Digestive Kidney Diseases, jika kelebihan berat badan atau obesitas, karena lemak ekstra dapat menyebabkan resistensi insulin. Hal ini membuat diet gula secara tidak langsung, bukan merupakan penyebab langsung diabetes tipe 2.

MITOS: Pemanis buatan lebih baik daripada gula.

FAKTA: Beberapa pemanis buatan bisa sama berbahayanya untuk tubuh seperti gula.

Meskipun pemanis buatan seperti Stevia, Truvia, dan aspartame (seperti yang ditemukan dalam diet soda) memiliki kalori lebih sedikit daripada gula, penelitian menunjukkan orang yang minum soda diet dua kali lebih mungkin mengalami obesitas daripada mereka yang tidak.

Sebuah studi yang diterbitkan di National Library of Medicine menemukan, jika sakarin (pemanis buatan) lebih adiktif daripada kokain. Studi lain yang diterbitkan oleh American Diabetes Association menemukan, peminum soda diet 67 persen lebih mungkin terkena diabetes daripada peminum soda non-diet.

MITOS: Gula menyebabkan gigi berlubang.

FAKTA: Gigi berlubang sebenarnya disebabkan oleh makanan dan minuman asam yang menghilangkan enamel pada gigi.

"Gula bukan penyebab kerusakan gigi, asamnya penyebabnya," kata Ahli dari komunitas "Ask a Dentist" online Mark Burhenne.

Makanan yang paling banyak menyebabkan masalah gigi adalah kerupuk dan roti, bukan permen. Bila makan sesuatu dengan gula, bakteri yang secara alami berada di mulut akan mengonsumsi gula ini juga. Produk limbah bakteri adalah asam, jadi setelah mereka makan, mereka mengeluarkan asam decalcifies atau demineralisasi enamel gigi dengan menghilangkan strukturnya dan menciptakan pembusukan.

MITOS: Harus menghilangkan semua gula dari makanan.

FAKTA: Manusia membutuhkan glukosa untuk bertahan hidup.

Tentu saja, memiliki terlalu banyak gula akan menyebabkan masalah, seperti penambahan berat badan dan masalah kesehatan jangka panjang. Tapi, glukosa sangat penting bagi tubuh manusia.

"Gagasan gula pada dasarnya buruk bagi Anda adalah mitos. Kita semua butuh gula, itu blok dasar dari apa yang menjalankan tubuh kita. Perlu untuk bertahan hidup," kata Haythe.

Tapi perspektif ini sangat diperdebatkan di komunitas medis. Sebuah makalah penelitian yang diedarkan pada tahun 2015 dari Robert Lustig menyimpulkan dari serangkaian penelitian jika gula beracun dalam bentuk apapun, terlepas dari kalori atau beratnya.

Konon, menghilangkan semua gula dari makanan Anda akan hampir tidak mungkin. Buah-buahan, kentang, dan makanan bertepung lainnya semuanya memiliki indeks glikemik tinggi, jadi Anda harus menghilangkan semuanya sebelum asupan gula Anda hilang drastis.

MITOS: Gula adalah akar dari semua masalah kesehatan.

FAKTA: Gula jarang menjadi satu-satunya alasan di balik obesitas dan penyakit jantung.

Tidak ada keraguan gula merupakan faktor penyebab obesitas. Tapi, bukan satu-satunya hal yang perlu dipertimbangkan saat mencoba menjalani gaya hidup sehat.

"Makanan manis banyak mengandung banyak kalori, dan biasanya banyak diproses. Sederhana saja, jika Anda banyak makan kalori, Anda akan bertambah gemuk dan menjadi tidak sehat," ujar Haythe.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement