Kamis 28 Sep 2017 13:00 WIB

Indonesia Perlu Rekayasa Teknis dan Regulasi Hadapi Hacker 

Rep: MUTIA RAMADHANI/ Red: Winda Destiana Putri
peretas
peretas

REPUBLIKA.CO.ID, KUTA -- Pakar sistem keamanan siber dari Oxford University, Profesor Andrew Martin mengingatkan pemangku kebijakan di Indonesia untuk waspada menjaga keseimbangan antara kecanggihan yang ditawarkan internet of things (IoT) dengan bahaya pemanfaatan IoT sebagai senjata oleh hacker tidak bertanggungjawab.

"Kita harus bisa berada di tengah. Pemangku kebijakan harus menyiapkan rekayasa teknis dan kebijakan yang tepat di tengah pergerakan global yang menuju kolektivitas untuk menyenangkan semua pihak", kata Andrew Martin dalam rilis tertulis di Code Bali 2017, Kuta, Rabu (27/9).

Rekayasa yang dimaksud ditujukan untuk mengamankan secara teknis semua infrastruktur kritis miliki Indonesia agar tidak mudah menjadi sasaran serangan siber. Untuk menghadapi kondisi terkini, Andrew juga menyarankan Indonesia memiliki lebih banyak pakar keamanan siber agar dapat mendesain solusi yang lebih baik.

"Kita juga butuh para pakar yang tepat dalam memilih teknologi terbaik dan yang paling aman. Keamanan adalah tanggung jawab banyak pihak, bahkan tanggung jawab tiap-tiap individu warga negara", tambah Andrew.

Menindaklanjuti itu Sekretaris Direktur Jenderal Potensi Pertahanan, Kementerian Pertahanan Brigjen TNI Sunaryo menyampaikan bahwa pemerintah fokus mengamankan sistem pertahanan nasional. "Kemenhan, Kemenkominfo dan berbagai pihak terus merumuskan upaya terbaik menghadapi ancaman ini. Kami coba pagari dengan membuat peraturan-peraturan yang mengikuti perkembangan teknologi," kata Sunaryo.

Sunaryo juga mengilustrasikan ancaman bahaya yang dapat terjadi jika pihak-pihak yang berniat jahat bisa masuk ke sistem pertahanan melalui pintu IoT. Sistem persenjataan tak bisa digunakan, pesawat tempur tak bisa terbang, seakan tidak bisa bergerak.

Ketua Tim Respon Indonesia untuk Ancaman Keamanan Siber (ID-SIRTII), Rudi Lumanto juga menekankan pentingnya keberlangsungan edukasi dan berbagi pengalaman para pakar dunia yang dapat meningkatkan kemampuan sumber daya manusia Indonesia di bidang keamanan siber.

Ajang Code Bali menyajikan konferensi dan workshop internasional dalam tiga tahun terakhir terus berlanjut di masa yang akan datang. Pria yang meraih gelar doktornya di University of Electro Communication Tokyo ini juga berharap ajang kompetisi hacker nasional Cyber Jawara yang sudah berlangsung enam kali terus didukung pemerintah di tahun-tahun mendatang, khususnya saat Badan Siber Nasional nanti telah resmi beroperasi.

sumber : Center
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement