Kamis 28 Sep 2017 12:04 WIB

Kongres AS Panggil Facebook, Google, Twitter untuk Bersaksi

Rep: FIRA NURSYAHBANI/ Red: Winda Destiana Putri
Bendera Amerika Serikat
Foto: anbsoft.com
Bendera Amerika Serikat

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON - Kongres AS telah memanggil eksekutif dari Facebook, Google, dan Twitter untuk bersaksi dihadapan Komite Intelijen Senat. Kesaksian mereka berkaitan dengan penyelidikan dugaan campur tangan Rusia dalam pemilihan presiden AS pada 2016.

Eksekutif dari tiga perusahaan tersebut telah diminta oleh Komite Intelijen Senat untuk tampil dalam audiensi publik pada 1 November mendatang. "Panel akan mengadakan sidang terbuka bulan depan dengan perwakilan dari perusahaan teknologi, dalam upaya untuk lebih memahami bagaimana Rusia menggunakan alat dan platform online untuk menabur perselisihan dan mempengaruhi pemilihan kita," ujar penyataan yang dikeluarkan Komite Intelijen Senat, Rabu (27/9).

Perwakilan dari Facebook dan Google mengonfirmasi, mereka telah menerima undangan dari Komite Intelijen Senat, namun mereka tidak mengonfirmasi kehadiran. Sementara Twitter belum memberikan komentar.

Hal ini merupakan langkah terbaru yang dilakukan para penyidik untuk mendapatkan informasi dari sejumlah perusahaan internet raksasa. Mereka khawatir jejaring sosial mungkin telah memainkan peran kunci dalam campur tangan Rusia.

Facebook mengungkapkan bulan ini Rusia diduga telah membeli iklan senilai lebih dari 100 ribu dolar AS. Hal ini membuat sejumlah politikus Partai Demokrat mengusulkan adanya peraturan baru mengenai iklan politik online.

Pada Rabu (27/9), Trump menyerang Facebook dalam sebuah cicitan di akun Twitter pribadinya. Ia mengatakan, jejaring sosial terbesar di dunia itu telah berkolusi dengan sejumlah media untuk menentangnya, seperti New York Times dan The Washington Post.

Di hari yang sama, Daily Beast, yang mengutip sebuah sumber yang tidak disebutkan namanya, mengungkap sebuah grup Facebook bernama United Muslims of America. Menurut media itu, grup ini adalah sebuah akun palsu yang terkait dengan pemerintah Rusia.

Grup ini diduga digunakan untuk menyebarkan klaim palsu tentang politisi AS, termasuk kandidat presiden AS dari Partai Demokrat Hillary Clinton. Grup tersebut membeli iklan Facebook untuk menjangkau khalayak yang ditargetkan dan mempromosikan demonstrasi politik yang ditujukan untuk umat Islam.

sumber : Center
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement