REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Hasil menunjukkan bahwa smartphone membuka jalan non-stigmatisasi dan mengelola sendiri perawatan bagi orang-orang yang memiliki gejala depresi. Hal ini karena smartphone dapat membantu, memantau, memahami dan mengelola kesehatan mental diri sendiri.
"Mayoritas orang di negara maju memiliki smartphone, termasuk anak muda yang semakin dipengaruhi oleh depresi," kata penulis utama Joseph Firth, peneliti postdoctoral di National Institute of Complementary Medicine (NICM) Australia seperti dilansir dari laman, The Indian Express.
"Perangkat smartphone pada akhirnya dapat memberikan perawatan depresi yang cepat dan mudah diakses, mengurangi beban masyarakat dan ekonomi dari kondisi ini di seluruh dunia," tambah Firth.
Hal terpenting tidak ada perbedaan yang ditemukan pada aplikasi yang menerapkan prinsip perhatian dibandingkan dengan terapi perilaku kognitif atau program pemantauan suasana hati.
"Aplikasi, yang digunakan sebagai pendekatan pengobatan integratif, sangat berguna untuk memperbaiki gejala mood dan mengatasi gejala pada pasien dengan berbagai gejala dan kondisi kesehatan mental termasuk depresi berat, depresi ringan sampai sedang, gangguan bipolar, kecemasan dan insomnia," kata periset dalam makalah yang diterbitkan dalam jurnal World Psychiatry.
"Mengingat banyaknya aplikasi yang tersedia, banyak di antaranya tidak diatur sehingga sangat penting bahwa sekarang kami membuka atribut aplikasi spesifik mana yang menuai manfaat terbesar, untuk membantu memastikan semua aplikasi tersedia bagi orang-orang dengan depresi yang efektif," kata rekan senegaranya Jennifer Nicholas, mahasiswa doktoral di Black Dog Institute sebuah organisasi nirlaba yang berbasis di Sydney.
Untuk penelitian ini, tim secara sistematis meninjau 18 uji coba terkontrol secara acak yang memeriksa total 22 intervensi kesehatan mental yang disampaikan oleh smartphone yang berbeda. Penelitian melibatkan lebih dari 3.400 peserta pria dan wanita berusia antara 18-59 tahun.