REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Big Data mungkin memiliki banyak manfaat bagi sebuah kota pintar. Namun bila tak ada ahli yang mampu mengolah data-data tersebut, tentu tak ada gunanya. Hal tersebut tengah dirasakan Jakarta Smart City dalam melakukan analisa big data.
"Kami membutuhkan lebih banyak tenaga data scientist, dan di Indonesia jumlahnya sangat sedikit," ujar Kepala Unit Pelaksana Teknis Jakarta Smart City Setiaji di Jakarta, beberapa waktu lalu.
Setiaji menjelaskan, profesi data scientist atau ahli data memang sangat minim di Indonesia. Saat ini Jakarta Smart City hanya memiliki sekitar lima orang ahli. Bahkan pada beberapa perusahaan 'unicorn' juga mengalami hal demikian. Seperti aplikasi Go-Jek yang menggunakan data scientist dari luar negeri. Hal tersebut tentu mengecewakan karena Indonesia pada dasarnya bisa mencetak para ahli data tersebut. Bahkan di luar negeri, profesi data scientist juga banyak dicari.
Saat ini Jakarta Smart City terus mendorong perguruan tinggi untuk mulai mengembangkan kurikulum data scientist. Salah satunya dengan menggandeng Data Scientist Indonesia untuk mencetak para ahli data baru dalam negeri. Sejak tahun lalu Jakarta Smart City sudah menjadi tempat praktik dara para calon ahli data. Data Scientist Indonesia juga memiliki kursus singkat tiga bulan untuk menerapkan kurikulum. Kemudian praktik kerja bisa dilakukan di Jakarta Smart City.