REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Selama bertahun-tahun serangan siber Ransomware dikenal hanya menyerang perangkat PC komputer atau notebook. Namun sejak tahun lalu virus perusak tersebut mengancam para pengguna perangkat mobile. Penjahat siber tengah mengembangkan ransomware sebagai 'bisnis' baru. Seperti diketahui, ransomware merupakan jenis serangan siber dengan dalih meminta uang tebusan pada korbannya.
Pada perangkat PC virus disebar dengan cara menjebol data di dalamnya. Hal tersebut membuat pemilik perangkat tidak bisa mengakses data. Namun pada jenis ransomware khusus perangkat mobile, data bukan menjadi target operasi. Ransomware melakukan blok terhadap perangkat sehingga pengguna tidak bisa mengkases atau membuka aplikasi yang terpasang di dalam Operating System (OS). Jenis lain, ransomware dipasang hanya menyerang aplikasi browser saja sehingga pengguna tak bisa melakukan pencarian melalui perangkat.
Territory Channel Manager Kaspersky Lab Indonesia Dony Koesmandarin memaparkan, serangan ransomware pada perangkat mobile menjadi demikian karena rata-rata pengguna sudah menggunakan cloud untuk menyimpan data cadangan. Hal tersebut membuat data tersimpan dengan aman apabila terjadi pembobolan. Pengguna bisa melakukan akses data atau mengunduhnya kembali melalui penyimpanan awan. "Serangan ransomware juga kian meroket," jelas Dony dalam acara diskusi media di Jakarta, beberapa waktu lalu.
Berdasarkan data dari Kaspersky Lab, aktivitas mobile ransomware melejit sekitar 200 ribu paket instalasi mobile Trojan-Ransomware pada kuartal pertama 2017. Sementara pada periode April 2015 hingga Maret 2016, Jerman menjadi negara nomor satu target mobile ransomware dunia. Keberadaan ransomware terus meningkat akibat sikap dari para korban yang mudah saja membayar ancaman tersebut. Padahal, dengan membayar tebusan secara otomatis korban ransomware mendukung aktivitas kejahatan siber tersebut.
Dony menjelaskan, korban diharapkan tidak membayar tebusan yang diminta pelaku. Melakukan pembayaran tidak menyelesaikan masalah. Bahkan pelaku bisa menipu dengan tidak memberikan kode pembuka bloking pada korban. Itu sebabnya pengguna perangkat mobile harus sigap membentengi diri dan perangkat untuk menyikapi mobile ransomware. Hal yang bisa dilakukan, pengguna harus menyetel pengaturan pengamanan ponsel untuk tidak menerima instalasi aplikasi dari Unknown Source. Perintah tersebut bisa diatur melalui setting tools pada perangkat.
Selanjutnya, pengguna jangan cepat mengunduh aplikasi tanpa mengetahui sumber developer terpercaya. Di dalam Google Play Store banyak terdapat 'developer bodong' alias penjahat siber bertopeng pengembang aplikasi. Beberapa aplikasi, seperti Guide Pokemon dan Funny Video Pro diklaim mengandung ransomware. Hal tersebut bisa diatasi dengan memperkaya diri, misalnya banyak membaca informasi mengenai serangan siber.