REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- CEO aplikasi pesan instan Telegram Pavel Durov segera menambah tim untuk mendeteksi komunikasi atau konten terindikasi terorisme dan radikalisme. Tim itu berasal dari Indonesia.
"Kita akan menambah tim dari Indonesia untuk berbicara tentang itu," kata dia di Kantor Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo), Jakarta, Selasa (1/8).
Dorov mengatakan, Telegram akan aktif menjalin komunikasi dengan pemerintah Indonesia untuk mengurangi reaksi terhadap konten propaganda terorisme.
Kendati demikian, ia mengaku belum berencana membuka kantor perwakilan di Indonesia. "Kami akan bekerja sama dengan masyarakat setempat untuk lebih memahami kebutuhannya," ujar Durov.
Sebagai alat komunikasi, Dorov mengatakan, Telegram berkomitmen memerangi propaganda terorisme, pornografi dan radikalisme. Telegram akan mensyaratkan pendaftar Telegram untuk menyetujui dan menyepakati syarat itu.
"Berharap untuk meningkatkan kecepatan reaksi, keakuratan untuk mengidentifikasi konten terorisme/ISIS. Anggota tim kami berbicara Indonesia," jelasnya.