Sabtu 15 Jul 2017 17:10 WIB

Anggota DPR Minta Pemerintah Buat PP Terkait Pemblokiran Aplikasi

Rep: Ronggo Astungkoro/ Red: Nidia Zuraya
aplikasi telegram
Foto: mashable
aplikasi telegram

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemblokiran situs atau aplikasi berbasis elektronik kerap memunculkan kegaduhan dari pada penyelesaian tuntas. Belum adanya aturan berupa Peraturan Pemerintah (PP) yang mengatur secara spesifik pemblokiran dua hal tersebut dianggap sebagai penyebabnya.

"Pemerintah katanya akan bertindak tegas kepada Google, Facebook dan Twitter yang mangkir bayar pajak. Tapi, hingga saat ini belum ada perangkat untuk memaksa. Termasuk dalam hal ini isu pemblokiran terhadap Telegram yang dianggap tidak membuat filter terhadap konten berbau radikalisme," jelas Anggota Komisi I DPR Sukamta dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (15/7).

Ia menjelaskan, menurut UU No. 19/2016 tentang perubahan UU No. 11/2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) Pasal 40 ayat 2a, 2b, dan 6 pemerintah berwenang melakukan pemutusan akses dan/atau memerintahkan kepada Penyelenggara Sistem Elektronik untuk melakukan pemutusan akses terhadap Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar hukum.

"Untuk melakukan pemblokiran tersebut, diamanatkian pemerintah untuk membuat PP," jelas Sukamta.

Menurutnya, tanpa aturan yang jelas, secara teknis, pemblokiran seperti itu pasti akan timbul masalah. Apalagi, cara kerja pemblokiran belum ada pedoman yang jelas dan baku. Mestinya, kata dia, ada pembinaan terlebih dahulu. Pemblokiran bisa dijadikan jalan terakhir setelah pembinaan dan peringatan sudah dilakukan tapi tidak membawa hasil.

"Sebaiknya pemerintah menghindari asal main blokir sedangkan fiksasi belakangan. Ini bisa mengancam kehidupan berdemokrasi di negeri kita,” kata Sukamta.

Selain itu, menurut Sukamta, isu pemblokiran situs jejaring asing ini mestinya menjadi momentum untuk mengembangkan industri Teknologi Informasi (TI) nasional. Menurutnya lagi hal itu perlu dilakukan agar Indoneia tidak bergantung kepada aplikasi asing.

"Seperti Cina yang punya aturan ketat tetapi di sisi lain itu yang mendorong industri TI maju pesat," tutur dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement