REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Dari posisi penempatan, kebijakan yang kurang mendukung, dan gerhana matahari yang belakangan lebih sering terjadi, pengumpulan energi surya kian menantang hari ini. Tantangan lain yang serius kini adalah polusi udara.
Sebuah studi yang dipublikasikan di jurnal Environmental Science & Technology Letters menyebut, di beberapa bagian bumi seperti di Cina, India, dan Semenanjung Arab, akumulasi partikulat di udara bisa menghambat serapan energi matahari di panel surya hingga 25 persen. Sehingga, investasi penuaian energi surya di daerah itu pun jadi besar.
''Rekan saya di India menunjukkan betapa kotornya panel surya yang ia pasang di atas. Kotoran itu membuat penuaian energi jadi inefisien,'' kata guru besar teknik lingkungan dan mesin di Duke University, Michael Bergin, seperti dilansir Live Science beberapa waktu lalu.
Karena belum ada studi yang mengukur besar efek polusi udara terhadap inefisiensi penuaian energi surya, Bergin dan rekannya di Indian Institute of Technology-Gandhinagar melakukan itu melalui model.
Mereka mengukur inefisiensi sekelompok panel surya fotovoltais yang telah beberapa bulan tertutup debu. Hasil analisis kimia menunjukkan, 92 persen dari kotoran di panel surya itu adalah debu alami. Sementara delapan persen sisanya adalah polutan dari aktivitas manusia seperti hasil bahan bakar fosil dan material biomassa.
Meski polutan dari aktivitas manusia nampak kecil, namun potensi dampak inefisiensimya tak bisa diabaikan. ''Polutan hasil aktivitas manusia ukurannya kecil dan lengket sehingga sulit dibersihkan. Partikel kecil lebih efektif menghambat serapan energi surya dibanding debu alami,'' kata Bergin.
Meski menggosok panel surya bisa mengurangi hingga 50 persen pengotor, namun Bergin melarang langkah itu. Sebab makin digosok, makin besar kemungkinan panel surya segera rusak.
Di beberapa kasus di Cina, polutan hasil aktivitas manusia mengakibatkan kerugian miliaran dolar per tahun karena gangguan pemanenan energi surya.
''Selama ini kita tahu polutan buruk untuk kesehatan dan perubahan iklim, tapi sekarang kita juga tahu polutan juga buruk untuk pengumpulan energi surya melalui panel. Karena itu butuh kebijakan global yang mendukung,'' ungkap Bergin.