Selasa 13 Jun 2017 16:45 WIB

Biomaterial Pengganti Tulang dari Limbah Tulang Ikan Nila

Bahan tulang
Foto: IPB
Bahan tulang

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Meningkatnya kasus kerusakan tulang meningkat pula kebutuhan biomaterial dalam bidang medis. Kerusakan tulang dipicu berbagai faktor seperti kecelakaan, faktor usia, tumor, dan lain-lain.

Rekonstruksi tulang merupakan tindakan untuk memperbaiki kerusakan tulang dengan menggunakan bahan pengganti tulang. Bahan pengganti atau graft disebut dengan grafting merupakan suatu bagian jaringan yang diambil dari satu tempat dan ditransplantasikan ke tempat lain.

Material graft yang berasal dari suatu spesies kemudian ditransplantasikan ke spesies lain disebut dengan xenograft. Dewasa ini telah berkembang biomaterial pengganti tulang yang memanfaatkan limbah organik.

Mahasiswa Departemen Fisika, Fakultas Matematika, dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) Institut Pertanian Bogor (IPB) Dina Yauma Asra beserta tim yang tergabung dalam Program Kreatifitas Mahasiswa–Penelitian (PKM-P) yaitu Reny Meliafatmah, Mulya Sari, dan Sofiatun Hasanah melakukan penelitian untuk mendapatkan substitusi biomaterial tulang untuk bahan baku graft yang berasal dari limbah ikan nila.

Produksi pengolahan ikan umumnya menghasilkan 10-15 persen limbah tulang ikan dengan kandungan mineral 60-70 persen bentuk garam anorganik terutama kalsium fosfat. Tulang ikan nila berpotensi menjadi biomaterial substitusi tulang karena mengandung sejumlah kalsium yang berguna dalam pembuatan biomaterial implan tulang.

“Saya pakai tulang ikan nila karena ternyata komposisi kalsiumnya itu banyak dan fosfatnya juga banyak,” ujarnya seperti dikutip dari keterangan pers diterima Republika.co.id, Senin (12/6).

Biomaterial pengganti tulang umumnya berasal dari kalsium fosfat seperti hidroksiapatit (HA) karena material ini memiliki komposisi kimia yang mendekati komponen-komponen pada tulang. Penelitian terkini menyatakan bahwa karbonat apatit atau carbonated hydroxyapatite (CHA) memiliki osteokonduktivitas yang lebih baik daripada HA.

Karbonat apatit lebih mudah larut daripada HA secara in vivo, dan dapat meningkatkan konsentrasi lokal ion kalsium dan fosfat yang dibutuhkan dalam proses regenerasi tulang (Setisna E 2015).

Dalam pelaksanaannya, tim peneliti berupaya memanfaatkan limbah tulang ikan nila (Oreochromis niloticus) sebagai sumber kalsium dalam sintesis karbonat apatit dengan metode presipitasi menggunakan iradiasi microwave. Dengan microwave ini pemanasannya lebih cepat, reaksinya cepat dan juga bentuk morfologinya lebih homogen, ukurannya bisa sampai nano, dan sebagainya.

Metode penelitian yang dilakukan tim ini meliputi tiga tahapan, meliputi kalsinasi cangkang telur untuk mendapatkan kalsium dan posfat; sintesis karbonat apatit metode presipitasi dengan menggunakan microwave irradiation; dan karakterisasi bahan.

Luaran dari penelitian ini adalah karbonat apatit yang dihasilkan dari tulang ikan nila yang berguna dalam pengembangan biomaterial. “Harapan ke depannya, Indonesia tidak lagi banyak impor biomaterial, karena kita sendiri punya sumber daya kalsium yang melimpah,” ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement