REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Serangan siber besar di seluruh dunia selama akhir pekan lalu melumpuhkan ratusan ribu komputer di lebih dari 150 negara. Puncaknya pada Jumat tengah hari ketika setiap jam lebih dari 9.000 komputer terdampak. Serangan ransomware dengan nama WannaCry ini men jadi pemerasan online terbesar yang pernah tercatat dalam sejarah.
Rob Wainright, direktur Europol yang berbasis di Belanda, menyebut jangkauan global dari serangan tersebut belum pernah terjadi sebelumnya dan melampaui apa yang telah kita lihat sebelumnya. "Saat ini, kita sedang menghadapi ancaman yang terus meningkat," katanya.
Dalam serangan ransomware peretas mengunci data dan meminta sejumlah tebusan untuk mem bukanya. Rusia dan Spa nyol dise but-sebut yang paling parah terdampak serang an.
Di Indonesia, ransomware WannaCry me makan korban ribuan alamat Internet Pro tocol (IP). Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara menyebut tidak hanya komputer yang ada di Ibu Kota yang terdampak serangan, tetapi juga di sejumlah daerah.
Ribuan komputer yang disandera oleh WannaCry berasal dari sektor kesehatan, perkebunan, dan manufaktur. Selain itu, ia juga menerima laporan bahwa jaringan komputer Samsat di Sulawesi turut menjadi korban keganasan WannaCry. Namun, komputer milik lembaga pemerintah lainnya dipastikan aman. Serangan terhenti 'secara tak sengaja' sete lah seorang pemuda asal Inggris, Marcus Hut chins, mendaftarkan domain yang diduga men jadi sumber serangan. Ia melakukannya setelah mengamati malware WannaCry berusaha menghubungi alamat web (domain Internet) tertentu setiap kali menginfeksi komputer baru.
Terlepas dari serangan WannaCry, kejahatan siber telah meningkat dalam beberapa tahun terakhir, menurut laporan dari Pricewa terhouseCoopers tahun 2016. Studi PwC mene mukan bah wa jumlah in siden keamanan si ber di semua industri meningkat 38 per sen pada tahun 2015, kenaik an ter be sar dalam 12 tahun terakhir.
"Penjahat siber menjadi lebih ter indus trialisasi dan juga lebih ter orga nisasi," ujar Derk Fischer, mitra PwC di Jerman yang menangani peni laian keamanan dan konsultasi siber. Tujuannya beragam, mulai dari meminta tebusan hingga men curi rahasia dagang atau bahkan rahasia negara.
Sebuah laporan 2016 dari Verizon dan perusahaan keamanan McAfee menemukan serangan siber yang melibatkan uang tebusan meningkat 50 persen. Di antara mereka yang menjadi sasaran serangan ransomware, yakni organisasi peme rintah paling sering ditemukan, diikuti oleh bisnis perawatan kesehatan dan layanan keuangan.