Sabtu 20 May 2017 15:25 WIB

Inti Nuklir Tahun 1961 Hantui Carolina Utara

Rep: Rizkyan Adiyudha/ Red: Winda Destiana Putri
Inti nuklir. Ilustrasi
Foto: Sciencealert
Inti nuklir. Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, CAROLINA -- Sebuah bom termonuklir jatuh di negara bagian Carolina Utara, Amerika Serikat pada 1961 silam di sebuah peternakan. Saat itu merupakan masa perang dingin antara Amerika Serikat dengan Rusia.

Seperti diwartakan Sciencealert, bom nuklir itu dibawa oleh pesawat jet B-52G Stratofortress milik rusia. Pesawat mengangkut tiga orang kru bersama nuklir berukuran 3,6 meter dengan berat sekitar 2.812 kilogram.

Daya ledaknya pun tidak main-main, yakni sekitar 3,8 juta ton energi TNT. Bom dapat menghancurkan semua yang dilaluinya dalam radius 27 kilometer atau sekira kota sebesar Washington DC dan sekitarnya.

Pesawat jet B-52G Stratofortress itu tengah melintas diketinggian 2000 kaki sebelum akhirnya menjatuhkan nuklir. Jika meledak bom bisa menimbulkan efek 250 kali lebih besar daripada nuklir di Hiroshima.

Usai menyentuh tanah, pesawat bersama tiga awaknya itu tidak pernah kembali ke markas. Keberadaan merek bersama pesawat hingga kini masih belum diketahui, juga dengan inti nuklir dari bom yang jatuh tersebut.

Militer Amerika menemukan bom tersebut jatuh tersangkut di sebauh pohon. Mereka mencari inti nuklir bom tersebut namun sayang tidak pernah ditemukan.

Beberapa laporan menyebutkan inti nuklir itu terkubur lebih dari 30 meter di bawah tanah di sekitar lokasi jatuhnya bom. Ada juga yang meyakini terkubur hingga 60 meter lebih kebawah.

Kini, pemerintah tidak pernah mengungkap keberadaan inti nuklir tersebut. Saat ini, pemerintah memperbolehkan warga untuk bercocok tanam di lokasi jatuhnya bom nuklir. Namun warga tidak diperkenankan untuk mendirikan bangunan.

Ahli strategi kementerian pertahanan Amerika Serikat, Michael O'Hanlon mengatakan, tentu sangat tidak nyaman mengetahui adanya nuklir di lahan pribadi. Namun, untuk mencari keberadaan inti nuklir tersbut dibutuhkan perlengkapan, peralatan dan prosedur yang rumit.

"Secara pribadi saya lebih baik tidak disana, tapi pemerintah juga tidak menganggapnya sebagai ancaman nasional," kata Michael O'Hanlon.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement