Sabtu 20 May 2017 08:35 WIB

Teknologi Industri Hijau akan Turunkan Efek Rumah Kaca

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Esthi Maharani
Kantor Kementerian Pertanian.
Foto: IST
Kantor Kementerian Pertanian.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Industri (BPPI) Kementerian Perindustrian Haris Munandar mengatakan,  berdasarkan Undang-Undang Nomor 3 tahun 2014 tentang Perindustrian, industri perlu mengutamakan upaya efisiensi dan efektivitas penggunaan sumber daya secara berkelanjutan dalam proses produksinya. Penerapan prinsip industri hijau ini mampu menyelaraskan pembangunan industri dengan kelestarian fungsi lingkungan hidup, serta dapat memberi manfaat bagi masyarakat.

Untuk itu, Kementerian Perindustrian terus mengembangkan sektor manufaktur di dalam negeri agar menuju industri hijau dan membangun industri baru dengan prinsip industri hijau. Alat yang digunakan untuk menilai suatu perusahaan sudah menerapkan industri hijau adalah dengan Standar Industri Hijau.

“Penggunaan teknologi rendah karbon menjadi salah satu prinsip industri hijau, dengan didukung oleh penerapan 4R (reduce, reuse, recycle, dan return) dan SDM yang kompeten maka akan menghasilkan efisiensi bahan baku, energi, dan air,” ujar Haris dalam siaran pers yang diterima Republika, Jumat (19/5).

Beberapa upaya di sektor industri yang telah menerapkan teknologi hijau dan sudah dapat dirasakan dampak positifnya, seperti industri semen dengan pemanfaatan biomass sebagai bahan bakar alternatif, pembangunan vertical finish mill yang dapat menurunkan konsumsi energi, pemanfaatan gas panas buang cooler untuk pengeringan material di ball mill, dan pemanfaatan gas buang waste heat recovery power generation (whrpg).

Selanjutnya, di industri pupuk, dengan gasifikasi batu bara sebagai alternative bahan baku pengganti gas alam, pemasangan unit purge gas recovery unit untuk me-recovery sumber daya gas, pemanfaatan ekses gas sebagai make-up bahan bakar, dan pemanfaatan biodiesel dari limbah rumah tangga untuk bahan bakar forklift.

Di industri pulp dan kertas, antara lain pemanfaatan kulit kayu yang dihasilkan pada proses debarking untuk bahan bakar pembangkit tenaga listrik, pemakaian black liquor yang dihasilkan pulp kraft cycle process sebagai bahan bakar, serta peningkatan efisiensi dalam penggunaan energi dan steam melalui penambahan air heater untuk pemanasan awal sebelum ke drier. Haris meyakini, efisiensi sumber daya tersebut tentunya akan meminimisasi limbah dan mengurangi emisi CO2 yang dihasilkan.

“Hal ini tentunya dapat berdampak pada menurunnya biaya operasional sehingga perusahaan tersebut dapat meningkatkan daya saing dan berkontribusi pada pembangunan berkelanjutan,” kata Haris.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement