Senin 15 May 2017 18:24 WIB

Pengamat: Indonesia Perlu Badan Siber Nasional

Rep: Kabul Astuti/ Red: Ilham
Pakar keamanan cyber dan komunikasi Pratama Persadha
Foto: CISSReC
Pakar keamanan cyber dan komunikasi Pratama Persadha

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Serangan teror siber malware ransomware wannacry membuat panik masyarakat di 99 negara, termasuk Indonesia. Ketua Lembaga Riset CISSReC, Pratama Persadha menegaskan perlunya pembentukan Badan Siber Nasional.

"Indonesia bisa melihat bagaimana mitigasi negara-negara yang sudah memiliki badan siber. Karena itu, keberadaan Badan Siber Nasional harus segera direalisasikan, karena peristiwa serangan siber yang masif semakin sering terjadi dewasa ini," kata Pratama Persadha kepada Republika.co.id, Senin (15/5).

Pratama mengatakan, serangan teror siber ini seharusnya bisa membuka mata pemerintah dan masyarakat Indonesia betapa rentannya keamanan di wilayah siber. Tidak hanya rumah sakit, perusahaan dan institusi pemerintah juga banyak yang terkena malware ganas ini. Ia menilai, keamanan siber di Indonesia masih sangat lemah.

Menurut Pratama, banyak institusi pemerintah atau layanan publik hanya membuat jaringan atau sistem informasi, tapi melupakan aspek keamanan. Padahal, keamanan di dunia siber sangat penting. Orang yang tidak perduli terhadap pengamanan inilah yang rentan terkena malware berbahaya.

"Kami dari awal sudah meminta kepada pemerintah bahwa sudah saatnya sebenarnya kita punya badan siber. Karena tidak ada yang melindungi atau bertanggung jawab terhadap hal-hal seperti ini," ujar Pratama.

Pratama menyatakan, Kementerian Kominfo tidak punya kemampuan untuk melindungi semua infrastruktur teknologi yang ada di Indonesia. Kementerian Kominfo sekarang juga belum fokus ke arah keamanan siber. Karena itu, perlu ada badan khusus yang bertanggung jawab dalam bidang ini.

Pakar keamanan siber ini membeberkan, tugas Badan Siber Nasional sangat banyak dan urgen. Badan ini bertugas mendeteksi serangan, mengantisipasi dan memonitor serangan, memberikan peringatan dini jika terjadi serangan, membuat 'penangkal' supaya sistem yang terkena serangan bisa dipulihkan.

Secara umum, Pratama menandaskan, Badan Siber Nasional inilah yang bertugas menjaga kedaulatan wilayah siber Indonesia dan melindungi privasi siber masyarakat Indonesia ketika mereka berada di dunia maya. "Banyak tugasnya, cuma pemerintah masih galau. Belum siap," kata Pratama.

Senada, Ketua Komisi I Abdul Kharis Almasyhari mengatakan, sejauh ini penanganan dan pengawasan terhadap permasalahan siber nasional masih bersifat sektoral di lingkup kementerian/kelembagaan dan belum bersifat koordinatif. Belum ada badan yang mampu mengkoordinasikan secara integral.

"Indonesia yang merupakan negara dengan wilayah sangat luas berikut jumlah pengguna internet sepertiga lebih dari jumlah penduduk, sangat disayangkan belum memiliki Badan Siber Nasional. Sebagai rujukan, sejumlah negara telah memandang keberadaan badan siber sebagai lembaga yang urgen dan harus ada dalam konteks pengamanan negara," ujar Kharis.

Amerika Serikat misalnya, sudah membentuk kekuatan pertahanan siber pada tahun 2008 dan memiliki akses langsung ke presiden. Singapura juga telah membentuk badan siber pada tahun 2009. Karena itu, melihat berbagai permasalahan siber seperti pembajakan web dan maraknya serangan virus, Kharis mendesak pemerintah agar segera membentuk Badan Siber Nasional.

Menurut Kharis, Badan Siber Nasional ini bertugas menghadapi siber war dan perang digital di dunia maya, serta perlindungan terhadap keamanan data negara dan warga. Badan Siber Nasional tidak hanya fokus pada defence tapi juga public utilities. Pada saat yang sama, masyarakat juga diimbau agar memiliki kesadaran untuk melindungi data pribadinya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement